Sejarah Nahdlatul Ulama
Rabu, 09 Juli 2014
0
komentar
Sejarah
|
Keterbelakangan, baik secara mental, maupun
ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat
kungkungan tradisi, menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan
martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang
muncul 1908 tersebut dikenal dengan Kebangkitan Nasional. Semangat
kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana--setelah rakyat pribumi sadar
terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain, sebagai
jawabannya, muncullah berbagai organisai pendidikan dan pembebasan.
Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan
kolonialisme, merespon Kebangkitan Nasional tersebut dengan membentuk
organisasi pergerakan, seperti Nahdlatut Wathan(Kebangkitan Tanah
Air) 1916. Kemudian tahun 1918 didirikanTaswirul Afkar atau dikenal juga dengan Nahdlatul Fikri(Kebangkitan
Pemikiran), sebagai wahana
pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian
didirikan Nahdlatut Tujjar,
(Pergerakan Kaum Sudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki
perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar,
selain tampil sebagi kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang
berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Ketika Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas
tunggal yakni mazhab wahabi di Mekah, serta hendak menghancurkan semua
peninggalan sejarah Islam maupun pra-Islam, yang selama ini banyak diziarahi
karena dianggap bi'dah. Gagasan kaum wahabi tersebut mendapat sambutan hangat
dari kaum modernis di Indonesia, baik kalangan Muhammadiyah di bawah pimpinan
Ahmad Dahlan, maupun PSII di bahwah pimpinan H.O.S. Tjokroaminoto. Sebaliknya,
kalangan pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak pembatasan
bermadzhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut.
Sikapnya yang berbeda, kalangan pesantren
dikeluarkan dari anggota Kongres Al Islam di Yogyakarta 1925, akibatnya kalangan
pesantren juga tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu'tamar 'Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekah yang
akan mengesahkan keputusan tersebut.
Didorong oleh minatnya yang gigih untuk
menciptakan kebebsan bermadzhab serta peduli terhadap pelestarian warisan
peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri yang
dinamai denganKomite Hejaz, yang diketuai oleh KH. Wahab
Hasbullah.
Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun
dalam Komite Hejaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, Raja
Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya hingga saat ini di Mekah bebas
dilaksanakan ibadah sesuai dengan madzhab mereka masing-masing. Itulah peran
internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan
bermadzhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah serta peradaban yang
sangat berharga.
Berangkat dari komite dan berbagai organisasi
yang bersifat embrional dan ad
hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih
mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka
setelah berkordinasi dengan berbagai kiai, akhirnya muncul kesepakatan untuk
membentuk organisasi yang bernamaNahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H
(31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy'ari sebagi Rais
Akbar.
Untuk menegaskan prisip dasar orgasnisai ini,
maka KH. Hasyim Asy'ari merumuskan Kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan
kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal
Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam Khittah NU ,
yang dijadikan dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam
bidang sosial, keagamaan dan politik.
|