PELESTARIAN LINGKUNGAN DALAM ISLAM

Posted by Unknown Rabu, 17 September 2014 1 komentar
Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin yang memberikan tuntunan bagi pemeluknya dalam segala aspek kehidupan, bukan hanya tuntunan dalam hubungan antar manusia tapi juga tuntunan dalam berinteraksi dengan lingkungan. Dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa manusia diposisikan sebagai seorang “Khalifah di bumi”, sebagaimana dituturkan dalam beberapa ayat, diantaranya dalam firman Allah:

وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلَائِفَ الْأَرْضِ

“Dan Dia lah yang menjadikan kalian sebagai para penguasa di bumi.” (QS. Al-An’am : 165)  .

Sebagai khalifah dibumi, manusia diberikan tanggung jawab untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup dibumi. Yang dimaksud dengan dengan lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain .

Dalam artikel ini, akan diulas sedikit tentang beberapa tuntunan agama Islam yang ditetapkan untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup agar kita mengetahui besarnya peran ajaran-ajaran agama islam dalam hal ini dan juga agar kita dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

1. Anjuran Menjaga Kebersihan Lingkungan

Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda;

عُرِضَتْ عَلَيَّ أَعْمَالُ أُمَّتِي حَسَنُهَا وَسَيِّئُهَا فَوَجَدْتُ فِي مَحَاسِنِ أَعْمَالِهَا الْأَذَى يُمَاطُ عَنِ الطَّرِيقِ

"Semua amalan umatku ditampakkan kepadaku baik dan buruknya. Aku dapatkan di antara amal kebajikan adalah menghilangkan bahaya dari jalanan." (Shahih Muslim, no. 553).

Maksud kata أذى dalam hadits tersebut adalah segala hal yang membahayakan atau mengganggu orang yang lewat, baik itu berupa duri, batu, kotoran dan hal-hal lainnya, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi  . Secara lebih luas hadits diatas bisa dipahami bahwa kita dianjurkan untuk menjaga lingkungan agar selalu bersih, terutama tempat-tempat yang biasa dilewati banyak orang.

2. Larangan Mencemari Lingkungan

Diantara adab seorang muslim ketika buang air adalah tidak melakukannya ditempat yang biasa dilewati orang dan ditempat yang biasanya digunakan untuk berteduh, berdasarkan hadits;

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «اتَّقُوا اللَّعَّانَيْنِ» قَالُوا: وَمَا اللَّعَّانَانِ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ: «الَّذِي يَتَخَلَّى فِي طَرِيقِ النَّاسِ أَوْ فِي ظِلِّهِمْ

"Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jauhilah dua perilaku terlaknat”, para sahabat bertanya, “Apa dua perkara terlaknat tersebut wahai Rasulullah?”, beliau menjawab, “buang kotoran di  jalan, dan di bawah naungan pohon." (Shahih Muslim, no. 269)  .

Imam Nawawi menjelaskan bahwa pelarangan buang air di tempat yang biasa dilewati orang dan dan ditempat yang digunakan tempat berkumpul tersebut dikarenakan hal tersebut akan mengganggu banyak orang, selain memungkin orang yang lewat atau berkumpul disitu terkena najis, juga terganggu dengan bau yang ditimbulkan dan menjijikkan  .  Berdasarkan hadits dapat dipahami bahwa kita dilarang mencemari lingkungan sekitar, terutama tempat-tempat yang biasa dilewati orang banyak atau dijadikan tempat berkumpul.

3. Anjuran Menanam Pohon

Dalam satu hadits diriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda;

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيمَةٌ إِلَّا كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ

“Tidaklah seorang Muslim menanam tanaman atau menabur benih, lalu memakan dari hasil tanamannya ; burung, manusia atau binatang melainkan Allah mencatat dari apa yang telah dimakan tadi sebagai sedekah baginya.” (Shahih Bukhari no. 2195 dan Shahih Muslim no. 1553).

Imam Nawawi dalam kitab Syarah Shahih Muslim menuturkan bahwa hadits ini menjelaskan tentang keutamaan menanam pohon dan bercocok tanam, dan bahwasanya pahala orang yang mengerjakannya akan terus mengalir selama pohon dan tanaman tersebut masih hidup dan berkembang biak hingga hari kiamat.

Dalam Tafsir al-Munir dijelaskan bahwa penggunaan kata “memakan” bisa mencakup segala bentuk pemanfaatan  , jadi hadits diatas secara luas dapat diartikan “dimanfaatkan”, artinya orang yang menanam pohon akan mendapat pahala selama pohon tersebut masih dapat dimanfaatkan oleh makhluk hidup.

Begitu pentingnya hal ini, sampai para ulama’ menetapkan bahwa bercocok tanam dan menanam pohon hukumnya fardhu kifayah, dan pemerintah wajib memerintahkan rakyatnya untuk mengerjakannya, sebagaimana dituturkan oleh Imam Qurthubi dalam Tafsir-nya .

4. Larangan Menebang Pohon Sembarangan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda;

مَنْ قَطَعَ سِدْرَةً صَوْبَ اللهُ رَأْسَهُ فِي النَّارِ

“Barangsiapa menebang pohon bidara maka Allah akan membenamkan kepalanya ke dalam api neraka.” (Sunan Abu Dawud, no. 5239)

Imam Abu Dawud ketika ditanya tentang maksud hadits diatas menjelaskan bahwa maksud dari hadits ini adalah barangsiapa menebang pohon bidara di padang sahara yang tandus dengan sia-sia & zhalim; padahal pohon itu adalah tempat untuk berteduh para musafir dan hewan-hewan ternak, maka Allah akan membenamkan kepalanya di neraka  .

Hadits diatas merupakan tuntutan bagi kita untuk menjaga kelestarian pepohonan yang memiliki manfaat besar bagi lingkungan, karena itu kita dilarang menebang pohon sembarangan kecuali dengan kadar dan perhitungan yang baik, dan sebisa mungkin menanam pohon lain sebagai penggantinya .

5. Larangan Berlebihan Dalam Menggunakan Air

Salah satu cara paling efektif untuk menjaga ketersediaan air adalah dengan cara menggunakan air secukupnya dan tak berlebihan dalam menggunakan air, sebab isrof (berlebihan) merupakan perilaku tercela, termasuk dalam menggunakan air. Allah berfirman;

وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

“Dan janganlah berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’rof : 31)

Rasulullah bersabda;

سَيَكُونُ فِي هَذِهِ الْأُمَّةِ قَوْمٌ يَعْتَدُونَ فِي الطَّهُورِ وَالدُّعَاءِ

“Akan ada satu kaum dalam umat ini yang berlebihan dalam bersuci dan berdo’a.” (Sunan Abu Dawud, no. 96)

Semua ulama’ juga telah sepakat bahwa berlebihan dalam menggunakan air tidak diperbolehkan meskipun ia berada dipinggir laut, mereka mendasarkan pendapat tersebut pada hadits Nabi;

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِي أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِسَعْدٍ وَهُوَ يَتَوَضَّأُ فَقَالَ: " مَا هَذَا السَّرَفُ يَا سَعْدُ " قَالَ: أَفِي الْوُضُوءِ سَرَفٌ قَالَ: " نَعَمْ وَإِنْ كُنْتَ عَلَى نَهْرٍ جَارٍ ".

“Dari Abdullah bin ‘Amrbin ‘Ash bahwasanya Rasulullah SAW berjalan melewati Sa'd yang sedang berwudhu' dan menegurnya, "Kenapa kamu boros memakai air?". Sa'ad balik bertanya, "Apakah untuk wudhu' pun tidak boleh boros?". Beliau SAW menjawab,"Ya, tidak boleh boros meski pun kamu berwudhu di sungai yang mengalir.” (Musnad Ahmad, no. 7065) .

6. Larangan Buang Air Ditempat Air Tergenang

Para fuqoha’ (pakar ilmu fiqih) dalam kitab-kitab fiqih karya mereka menjelaskan bahwa salah satu adab seorang muslim ketika buang air adalah tidak buang air ditempat air tergenag. Imam Nawawi menyatakan bahwa buang air (kencing dan berak) ditempat air tergenang hukumnya haram. Ketetapan tersebut didasarkan pada hadits;

عَنْ جَابِرٍ: «عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ نَهَى أَنْ يُبَالَ فِي الْمَاءِ الرَّاكِدِ»

“Dari Jabir, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwasanya beliau melarang kencing dalam air tergenang.” (Shahih Muslim, no. 281)

Meski redaksi pada hadits diatas hanya melarang kencing ditempat tersebut, namun para ulama’ mengqiyaskan (menyamakan) buang air besar dengan kencing, karena efeknya jauh lebih besar (qiyas aula) .

7. Larangan Membunuh Hewan Semena-mena

Imam Nasa’i dalam Sunan-nya meriwayatkan satu hadits dari Tsarid radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda;

مَنْ قَتَلَ عُصْفُورًا عَبَثًا عَجَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَقُولُ يَا رَبِّ إِنَّ فُلَانًا قَتَلَنِي عَبَثًا وَلَمْ يَقْتُلْنِي لِمَنْفَعَةٍ

“Barang siapa membunuh satu ekor burung dengan sia-sia ia akan datang menghadap Allah SWT di hari kiamat dan melapor: “Wahai Tuhanku, sesungguhnya si fulan telah membunuhku sia-sia, tidak karena untuk diambil manfaatnya”. (Sunan Nasa’i, no. 4446).

Hadits di atas secara jelas menegaskan larangan pembunuhan satwa tanpa tujuan yang dibenarkan secara syar’i  . Karena itulah apabila ada orang yang hendak melakukannya kita wajib mencegahnya, sebagaimana dijelaskan oleh Imam al-Syarbainy dalam kitab Mughni al-Muhtaj:

أَمَّا مَا فِيهِ رُوحٌ فَيَجِبُ الدَّفْعُ عَنْهُ إذَا قُصِدَ إتْلَافُهُ مَا لَمْ يَخْشَ عَلَى نَفْسِهِ أَوْ بُضْعٌ لِحُرْمَةِ الرُّوحِ حَتَّى لَوْ رَأَى أَجْنَبِيٌّ شَخْصًا يُتْلِفُ حَيَوَانَ نَفْسِهِ إتْلَافًا مُحَرَّمًا وَجَبَ عَلَيْهِ دَفْعُهُ

“Adapun hewan  yang memiliki ruh, maka wajib untuk melindunginya  apabila ada yang hendak memunahkannya, sepanjang tidak ada kekhawatiran atas diriny, hal tersebut dilakukan  karena mulianya ruh. Bahkan seandainya ada seseorang yang melihat pemilik hewan memunahkan hewan miliknya dengan pemunahan yang diharamkan, maka (orang yang melihat tadi) wajib memberikan perlindungan.” 

Selain sebagai bentuk kasih sayang pada binatang, ketentuan hukum diatas merupakan salah satu upaya untuk mencegah binatang dari kepunahan.

Daftar Pustaka
1. Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an (Tafsir al-Qurthubi), Imam Muhammad bin Ahmad al-Qurthubi, Dar al-Kutb al-Mishriyah, kairo, Cet. II.
2. Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Manhaj wa al-Hayah, Syekh Dr. Wahabah az-Zuhaily, Dar al-Fikr al-Mu’ashir, Damaskus, Cet. II.
3. Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim bin al-Hajjaj, Imam Yahya bin Syarof an-Nawawi, Dar Ihya’ at-Turots al-‘Arobi, Beirut, Cet. II.
4. Aunul Ma’bud Syarah Sunan Abu Dawud, Syekh Muhammad Asyrof bin Amir al-Adhimabadi, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, Beirut, Cet. II.
5. Adz-Dzari’ah Ila Makarim asy-Syari’ah, Syekh Al-Husain bin Muhammad, ar-Roghib al-Ashfihani, Darussalam, Kairo.
6. Mughni al-Muhtaj Syarah al-Minhaj, Syekh Muhammad bin Ahmad al-Khothib asy-Syarbini, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, Beirut, Cet. I.
7. Al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab asy-Syafi’i, Syekh Musthofa Dib al-Bugho dkk. Dar al-Qolam, Damaskus, Cet. IV.
8. Fatwa MUI No.  04  tahun 2014 tentang pelestarian satwa langka untuk menjaga keseimbangan ekosistem.
9. Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Comments
1 Comments

1 komentar:

Anonim mengatakan...

How to Play Baccarat - Online gambling - Wolverione
Baccarat combines 바카라 사이트 the best aspects of traditional casino gambling, from traditional dice to betting on cards. This is why we found the most successful septcasino baccarat 메리트카지노

Posting Komentar

Serba - Serbi