Dinasti Usmani, Syafawi, dan Mughal

Posted by Unknown Sabtu, 26 Juli 2014 0 komentar
Peradaban Islam Masa 3 Kerajaan Besar
 
Turki Usmani, Safawi, dan Mughal
Dinasti Usmani di Turki (1299-1924 M)
Dinasti Turki Usmani merupakan kekhalifahan yang cukup besar dalam Islam dan berpengaruh signifikan dalam perkembangan wilayah Islam di Asia, Afrika, dan Eropa (wilayah kekuasaannya sampai Eropa Timur, Asia Kecil, Asia Tengah, Timur Tengah, Mesir, dan Afrika Utara). Peran yang paling menonjol terlihat dalam birokrasi pemerintahan yang bekerja untuk para khalifah Bani Abbasiyah.
Keterlibatan secara politik ini menjadi awal mereka membangun kekuasaan, yaitu Bani Saljuk (1038-1194; independen tapi loyal ke Abbasiyah). Dinasti ini muncul ketika dunia Islam mengalami fragmentasi kekuasaan pada periode kedua Abbasiyah (abad ke-9; ada bani Aghlab di Kairawan, Bani Tulun di Mesir, Saman di Bukhara, dan Buwaih di Baghdad dan Syiraz). Setelah Baghdad hancur di tangan Mongol, mereka memproklamirkan diri.
Di antara negara muslim, Turki Usmani-lah yang dapat mendirikan kerajaan yang paling besar dan paling lama berkuasa (7 Abad dengan 37-8 Sultan).
Asal-Usul Usmani; pendirinya bangsa Turki dari kabilah Oghus yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara Cina. Dalam jangka waktu 3 Abad mereka pindah ke Turkistan kemudian Persia dan Irak. Masuk Islam pada abad 9/10 ketika menetap di Asia Tengah.
Kerajaan Usmani diambil dan dibangsakan kepada Sultan pertama, yaitu Usmani Ibn Sauji Ibn Orthogol Ibn Sulaiman Syah Ibn Kia Alp/Usman I yang bergelar Padisyah Alu Usman (Raja Besar keluarga Usman).
Mencapai kegemilangannya pada saat menaklukkan pusat peradaban dan pusat agama Nasrani di Bizantium, yaitu Konstantinopel* oleh sultan Muhammad II/Sultan Muhammad al-Fatih pada tahun 1453 M. Dari sini ekspansi Islam sampai ke Wina (Austria)
Kejayaannya pada abad ke-16. daerah kekuasaannya membentang dari selat Persia di Asia sampai ke pintu gerbang kota Wina di Eropa, dan dari laut Gaspienne di Asia sampai ke Aljazair di Afrika Barat.
Sultan pertama adalah Sultan Usman I (1299-1326 M), sultan terakhir adalah Sultan Abdul Majid II (1922-1924). Dan sejak itu kerajaan Turki Usmani dihapuskan dan diganti dengan Republik Turki dengan Mustafa Kamal Ataturk sebagai presiden pertamanya.
*telah berulang kali pasukan muslim sejak masa Umayyah berusaha menaklukkan Konstantinopel, selalu gagal.
Peradaban Islam di Turki
Beberapa wilayah Islam di Eropa; Bosnia Herzegovina, Montenegro, Serbia, dll, menjadi bukti perkembangan Islam berkat  Turki Usmani.
1. Bidang Pemerintahan dan Militer; organisasi militernya dimenej dengan rapi, terutama ketika dipimpin oleh Orkhan. Bangsa-bangsa non-Turki direkrut, anak-anak Kristen yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Inilah pasukan Yenisseri/Inkisyariah yang menjadikan Turki Usmani mesin perang terkuat. Ada juga pasukan kaum feodal yang dikirim untuk pemerintah pusat, disebut Thaujiah + angkatan laut. Tapi faktor utama kemajuan militer Turki adalah karena tabiat bangsa Turki sendiri yang bersifat militer, berdisiplin, dan patuh terhadap peraturan. Pengelolaan pemerintahannya juga rapi; struktur pemerintah lengkap, dan ada UU (multaqa al-Abhur) pada masa Sulaiman I.
2. Bidang Ilmu Pengetahuan; peradaban Turki merupakan perpaduan Persia, Bizantium, dan Arab. Ajaran etika dan tata krama dalam istana raja-raja diserap dari Persia; militer dan pemerintahan dari Bizantium; sosial kemasyarakatan dan ekonomi dari arab.
3. Bidang Kebudayaan; abad ke-17 ada penyair terkenal , Nafi yang bekerja untuk Murad Pasya dengan karya-karya sastra Kaside; penulis istana, yi Yusuf Nabi yang piawai  dengan puisi-puisinya; bidang prosa, ada 2 tokoh terkemuka, yi Katip Celebi dan Evliya Celebi. Mustafa Ibn Abdullah, yang dikenal Katip Celebi/Haji Halife (1609-1657) menulis buku bergambar/karya terbesar Kasyf az-Zunun fi Asmai al-Kutub wal-Funun (sebuah presentasi biografi penulis-penulis penting di dunia timur bersama daftar dan deskripsi lebih dari 1500 buku berbahasa Turki, Persia, dan Arab; Penyair diwan, Muhammad Esat Efendi yang dikenal dengan Galip Dede/Syah Galip; Arsitektur Turki luar biasa dan berbeda dengan daulah Islam lainnya.
4. Bidang Keagamaan; Agama merupakan faktor penting dalam transformasi sosial dan politik; masyarakat digolongkan berdasarkan agama; kerajaan sangat terikat dengan syariat sehingga peran mufti sangat penting (kebijakan harus dengan legitimasi mufti); Tarekat yang berkembang adalah Tarekat Bektasyi (berpengaruh dominan di kalangan Yeniseri) dan Tarekat Maulawi (didukung para penguasa); Kajian ilmu-ilmu agama tidak berkembang. Para penguasa lebih senang menegakkan satu faham dan menekan paham lain. Sultan Abdul Hamid yang begitu fanatik pada Asy’ariyah menyuruh syaikh Husein al-Jissr ath-Tharablusi menulis al-Husun al-Hamidiyah (benteng pertahanan Abdul hamid) yang mengupas masalah ilmu kalam untuk melestarikan aliran yang dianutnya. Akibat kelesuan di bid. Ilmu agama dan fanatik berlebihan, ijtihad tidak berkembang (hanya Syarah dan Hasyiyah=catatan).
Renungan: Turki yang begitu gagah, akhirnya harus mendapat predikat  ‘The sick man of the Europa’ (si sakit yang ada di Eropa)
Kerajaan Usmani kurang berhasil dalam bidang IPTEK karena lebih mengutamakan kekuatan militer. Kekuatan militer yang tidak diimbangi oleh kemajuan IPTEK, tidak sanggup menghadapi persenjataan musuh dari Eropa yang lebih maju dan canggih.
Kemandegan IPTEK ada kaitannya dengan perkembangan metode berpikir yang kolot dan tradisional; di kalangan ulama mereka cenderung menutup diri dari pengaruh kemajuan Eropa dan ini berakibat pada menurunnya semangat berpikir bebas akibat pemahaman tasawuf yang keliru.
Kekalahan dalam bidang politik berdampak pada kekalahannya di bidang ekonomi. Abad ke-17 Eropa mulai menerapkan Kapitalisme, dan memasarkan produknya ke semua negara—termasuk Turki—sehingga industri-industri di Turki mati.
Turki Usmani hanya kuat secara militer. Peradaban dan kebudayaannya jauh tertinggal, maka negeri-negeri yang sudah ditaklukkan akhirnya melepaskan diri dari kekuasaan pusat dan perjalanan dakwah belum berhasil maksimal.
Kelemahan Turki Usmani dimanfaatkan Eropa untuk menjajah negeri-negeri muslim bekas koloninya di Timur Tengah dan Afrika Utara.

Faktor-faktor Penyebab Kemunduran Turki Usmani menurut Dr. Badri Yatim, M.A.
1.Wilayah kekuasaan yang sangat luas; administrasinya rumit dan kompleks; para penguasa berambisi menguasai wilayah tsb dan terlibat perang terus menerus dengan berbagai bangsa.
2.Heteroginitas penduduk
3.Kelemahan para penguasa; sepeninggal Sulaiman al-Qanuni. Negara kacau dan tak mampu lagi teratasi.
4.Budaya korupsi; untuk menjabat harus menyuap, mengakibatkan dekadensi moral kian merajalela dan pemerintahan rapuh.
5.Pemberontakan tentara Yenisseri; kemajuan ekspansi Turki karena tentara ini, memberontak 4 x (1525, 1632, 1727, dan 1826 M)
6.Merosotnya perekonomian; perang tak pernah berhenti, ekonomi merosot
7.Terjadinya stagnasi dalam lapangan ilmu dan teknologi
Kilas Balik…
Karakteristik dunia Islam  abad ke-17 bertumpu pada 3 kerajaan besar, yaitu Syafawi, Mughal, dan Usmani dengan dua periode.
Periode 1500-1700 merupakan fase kemajuan 3 kerajaan tersebut; bahkan pada abad ke-17 Syafawi dan Mughal moncer, sebaliknya Usmani mengalami kemunduran di segala bidang.  karakteristikIslam abad ke-17 ditandai dengan ketertutupan (psikologi orang bangkrut) yang sebelumnya jaya. Islam lebih bersifat reaksioner terhadap kemajuan Barat, sementara perpecahan internal masih begitu kental antarumat Islam.
Syafawi bermadzhab resmi Syi’ah (sampai sekarang Iran menjadi pusat aliran Syi’ah), sementara Usmani Sunni. Pertentangan antara Syi’ah dan Sunni merupakan gangguan politik internasional Islam yang dieksploitasi Eropa—pada saat itu mulai bangkit—untuk memperlemah keduanya. Kerajaan Mughal di India berusaha memperkecil pertentangan antara Sunni-Syi’ah.
Peradaban Islam Dinasti Safawiyah (1502-1722 M)
Asal-Usul Dinasti Safawiyah
Di Persia. Berasal dari gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil (Azerbaijan), sesuai dengan nama pendirinya: Shafi ad-Din (1252-1334 M). Ia keturunan Imam Syi’ah ke-6, Musa al-Kazhim. Gurunya syaikh Tajudin Ibrahim Zahidi yang dikenal dengan Zahid al-Gilani (menjadi mertuanya). Gerakan ini bertujuan memerangi orang-orang ingkar/ahli bid’ah; dari pengajian tasawuf murni berkembang menjadi gerakan kenamaan, diorganisir secara rapi. Nah gerakan keagamaan yang dipegang secara fanatik biasanya timbul keinginan untuk berkuasa; mulai menentang madzhab lain.
Pendiri Dinasti: Ismail; puncak kejayaan: Abbas I.
Dinasti ini bermusuhan dengan kerajaan Usmani (Sunni). Fanatisme Sultan Salim I dari Turki memaksanya membunuh 40 ribu orang syi’ah di negaranya. Inilah contoh kekejaman atas nama agama.
Kemajuan Peradaban Dinasti Safawiyah
1.Bidang Ilmu Pengetahuan; bidang ilpeng dan sains, Safawiyah lebih maju dari kerajaan lainnya pada masa yang sama. Ilmuwan: Bahauddin Syaerazi, Muhammad Baqir bin Muhammad Damad (filsuf ahli sejarah, teolog, dan peneliti lebah).
2.Bidang Ekonomi; stabilitas politik Abbas I berimbas pada perekonomian; dikuasainya kepulauan Hurmuz dan pelabuhan Gumrun diubah menjadi Bandar Abbas, jalur perdagangan antara Timur-Barat yang biasa diperebutkan Belanda, Inggris, dan Perancis menjadi milik Safawi. Tanah pertaniannya juga subur, terutama di daerah Sabit Subur (fortile crescent).
3.Bidang Arsitektur; ibukota Isfahan penuh dengan bangunan indah; jembatan raksasa di atas Zende Rud, istana Chihil Sutun, 162 masjid, 48 akademi, 1802 penginapan, dan 273 pemandian umum. Arsitektur tinggi terlihat di Masjid Shah (dibangun tahun 1611 M) dan masjid Syaikh Lutfillah (dibangun tahun 1603 M).
4.Bidang kesenian; kerajinan tangan, keramik, karpet, permadani, pakaian dan tenun, tembikar, dll. Seni lukis juga dirintis sejak zaman Tahmasp I, nahkan Raja Ismail I pada tahun 1522 membawa seorang pelukis Timur bernama Bizhad ke Tabriz.
5.Bidang Tarekat; tidak hanya dalam bidang keagamaan, tetapi juga dalam bidang politik dan pemerintahan.
Dinasti Mughal di India
(1526-1707 M)
Asal-Usul; bukan kerajaan Islam pertama di anak benua India. Awal kekuasaan Islam terjadi pada masa khalifah al-Walid (Bani Umayyah) di bawah pasukan Muhammad Ibn Qasim.
Didirikan oleh Zahiruddin Babur (salah satu cucu Timur Lenk)
Sultan besar ; Akbar (1556-1606), Jengahir (1605-1627), Syah Jehan (1628-1658), dan Aurangzeb (1659-1707).

Bagaimana Peradaban?
1. Politik dan sosial;
a. Di masa Akbar, kerajaan dijalankan tidak dengan kekerasan, tidak membeda-bedakan , menghormati perbedaan agama; administrasi sangat tertib dan teratur; ada menteri-menteri; pemungut pajak harus santun; Akbar adalah reforman kerajaan Mughal, dan tokoh moderat-toleran.
b. Digantikan anaknya, Salim yang bergelar Nuruddin Muhammad Jangahir Padshah Ghazi (ia terlalu baik hati dan lemah. Beraliran Sunni dengan bahasa resmi Persia).
2. Pengetahuan dan Seni;
a. Akbar, menjadikan 3 bahasa sebagai bahasa nasional; Arab =bahasa agama; Turki=bangsawan; Persia=istana dan kesusasteraan. Ia juga memodifikasi 3 bahasa itu ditambah bahasa India menjadi bahasa Urdu.
b. Bidang filsafat cukup maju, tokohnya Akbar sendiri; tokoh tasawuf Mubarok, Abul Faidh, dan Abu Fadl.
c. karya sastra, satrawan sufi Malik Muhammad Jayadi dengan karyanya Padmavat (karya alegoris dengan pesan kebajikan jiwa manusia
d. bangunan; Akbar = istana Fatpur di Sikri; syah Jehan = Tajmahal di Aqra, masjid berlapis mutiara.

Sumber :  http://iimazizah.wordpress.com/2011/04/26/dinasti-usmani-syafawi-dan-mughal/

Peradaban Islam Pada Masa Mongol

Posted by Unknown 0 komentar

Dinasti Mongol, Timur Lenk, dan Delhi


Asal-Usul
*Para Pemimpin Terkenal
*Serangan Hulagu Khan
*Dinasti di Persia
*Kebudayaan Islam Mongol
*Dampak Kekuasaan Mongol
*Penguasa Muslim Timur Lenk
 
Asal-Usul Bangsa Mongol
Bangsa Mongol berasal dari daerah pegunungan Mongolia. Nenek moyangnya bernama Alanja Khan, yang mempunyai dua putra kembar, Tartar dan Mongol. Keduanya melahirkan dua suku bangsa besar, yakni Mongol dan Tartar. Mongol mempunyai anak bernama Ilkhan, yang melahirkan keturunan pemimpin bangsa Mongol di kemudian hari.
Sebagai bangsa nomad, bangsa Mongol berwatak kasar, suka berperang, berani menghadapi maut untuk mencapai keinginannya. Tapi mereka sangat patuh kepada pimpinannya.
Agama semula Syamanisme—mengakui adanya Tuhan Yang Mahakuasa, tapi tidak beribadah kepada-Nya, melainkan menyembah arwah/roh jahat agar terhindar dari bencana dengan ‘menyogok’ sajian-sajian.
Pemimpin/Khan pertama—dalam sejarah—adalah Yesugey (w. 1175), ayahnya Jenghiz/Chenggiz/Chingis (nama aslinya Temujin=seorang pandai besi yang menang atas Ong Khan/Togril kepala suku Kereyt). Temujin diangkat menjadi ‘Jenghiz Khan’ oleh sidang para kepala suku pada tahun 1206, umur 44 Tahun.
Invasi Mongol ke wilayah Islam karena peristiwa Utrar, 1218 M, yaitu ketika Gubernur Khawarizm membunuh utusan Mongol. Sejak saat itu Mongol menguasai Transaxonia, Bukhara,  Samarkand, Khurasan, Quzwain, sampai perbatasan Iraq, bahkan sampai Azerbaijan. Kota-kota tersebut hancur lebur.
Jenghiz Khan membagi wilayahnya menjadi 4 untuk 4 anaknya; Juchi, Chagatai, Ogotai, dan Toluy. Keturunan Chagatay-lah yang masuk ke lingkungan Islam dan membantu menyebarkan Islam di wilayah Turkistan China sampai abd ke-17. Toluy-bungsu—di wilayah Mongolia, yang menurunkan Mongke dan Qubilay. Qubilay Khan menaklukkan China, berkuasa sebagai Yuan (dinasti yang memerintah hingga abad ke-14 yang kemudian digantikan dinasti Ming), beragama Budha dan bertikai dengan saudara-saudaranya dari Khan-khan Mongol yang beragama Islam di Asia Barat dan Rusia. Adalah Hulagu Khan—saudara Mongke dan Qubilay—yang menyerang wilayah-wilayah Islam sampai ke Baghdad.
 
Pemimpin Mongol Yang Terkenal
1.Jenghiz Khan (1206-1227 M/w. 624 H); paling terkemuka, tanpa tanding. Menaklukkan seluruh Mongolia dan Tartar, menyatukan mereka; meletakkan UU Mongolia. Menaklukkan kota-kota muslim sampai Iran.
2.Hulagu Khan (7 H/13 M); menghabisi kekhalifahan Abbasiyyah, menghancurkan Baghdad, membunuh khalifah al-Mu’tashim, menghancurkan Syiria, dan mendirikan pemerintahan Ilkhan di Irak.
3.Timur Lenk—Timur yang pincang– (8 H/14 M); penguasa muslim India yang memerangi negeri tetangga, seperti Persia, Irak, Syam, dan Turki.
4.Zhahirudin Babur (10 H/15-16 M); pendiri kekaisaran Mongolia (muslim) di India, yang berkuasa antara 932-1275 H/1526-1858 M.
 
Serangan Hulagu Khan
Hulagu dipercaya oleh saudaranya—Mongke Khan—untuk mengembalikan wilayah Mongol di Asia Barat yang terlepas setelah kematian Jenghiz Khan. Berangkat dengan pasukan yang sangat besar, tahun 1253. pusat gerakan Syi’ah Isma’iliyah di Persia Utara jatuh tahun 1256, dan menyerang Baghdad pada tanggal 10 Pebruari 1258, sepuluh hari kemudian Khalifah dan semua penduduk dibunuh, kota Baghdad rata dengan tanah. Tahun 1260 merebut Mesir di bawah Sultan Qutus Kerajaan Mamalik, tapi bisa dikalahkan di Ain Jalut Palestina, 3 September 1260 M.
Baghdad dan daerah-daerah taklukan Hulagu selanjutnya diperintah oleh Dinasti Ilkhan (gelar untuk Hulagu). Dari sini kemudian muncul kerajaan Mongol Islam, karena keturunan Hulagu Khan yang masuk Islam dan mendirikan kerajaan Mongol Islam dengan nama Dinasti Ilkhan.
 
Dinasti Mongol di Persia (1265-1502 M)
Hulagu (raja pertama yang bergelar Ilkhan) digantikan anaknya, Abaqa (1265-1282 M), bersimpati pada kaum kristen, karena pengaruh ibu tirinya.
Kaisar Mongol di Persia ke-3, Ahmad Takudar (1282-84 M), inilah kaisar pertama yang beragama Islam. Ia menggunakan seluruh kemampuannya untuk mambawa seluruh bangsa Mongol menjadi muslim, dan berkirim pesan ke sultan Mamluk (Qalawun) yang berisi keinginannya melindungi Islam. Sikapnya ini ditentang rakyat dan bangsawan, sehingga pada tanggal 10 Agustus 1284 M, ia dihukum mati oleh Arghun (1284-1291 M). Arghun sangat kejam terhadap Islam, pejabat muslim semuanya dibunuh, dan semua pengganti Takudar penyembah berhala.
Ghazan (1295-1304), kaisar ke-7, beribukota di Azerbaijan. Dibesarkan sebagai seorang Budha, tapi akhirnya masuk Islam. Islam—Syi’ah—menjadi agama negara. Kebijakannya: memerintahkan kaum Kristen dan Yahudi membayar jizyah, mencetak mata uang ber-inskripsi Islam (Mei 1299), melarang riba, pejabat menggunakan serban sebagai pengganti pakaian nasional mereka, membentuk lembaga (Ilkhan/Ghazani) untuk menertibkan administrasi dan keuangan negara. Tahun 1304 meninggal di usia 32 tahun karena sakit.
Uljaytu Banda (1305-1316, putra Arghun). Ia penganut Syi’ah dan mentahbiskan Hukum Islam dengan keras. Meminta bantuan Philip le Bol, Edward II dan Paus Clement IV untuk memerangi Mamluk yang Sunni.
Digantikan anaknya, Abu Sa’id (1317-1334 [penguasa terakhir]). Ia mengangkat Rashiduddin dan Ali Shah menjadi menteri. Tapi Ali Shah iri dengan kejujuran, loyalitas, dan ke-pakar-an (ahli sejarah dan astronomi) Rashiduddin, sehingga ia dibunuh. Hubungan dengan Mamluk  (sultan Nasir Muhammad) mencair pada tahun 1332 dalam memperebutkan Siria.
Perselisihan dalam tubuh Ilkhaniyah menyebabkan terpecahnya kerajaan menjadi dinasti-dinasti kecil. Tapi mereka dapat dipersatukan pada masa Timur Lenk yang membentuk dinasti Timuriyah yang berpusat di Samarkand.
Kekuatan Timur (w.1408) sudah berkembang pada tahun 1369. mulai tahun 1380 ia memulai peperangan yang panjang dan serius di persia dan Afghanistan; memperkecil Mesopotamia, merampas Baghdad, menyerang Khan Golden Horde di Rusia Selatan, menyerbu India utara, Anatolia dan mengusir orang Turki Usmani di Angora, syiria diperkecil, Aleppo dan Damaskus—kekuasaan Mamluk—dirampas, Samarkand di Transoxinia dijadikan ibukota negara. Keturunan Timur bertahan se-Abad, namun ada keturunannya (Baber) yang menyerbu Lahore pada tahun 1525 dan mendirikan Kerajaan Mughal di India.
 
Kebudayaan Mongol Islam
Hulagu Khan sangat tertarik pada bangunan dan arsitektur yang indah dan filsafat. Atas daran Nasiruddin at-Tusi, seorang filsuf nuslim besar, ia membangun observatorium di Maragha tahun 1259.
Kultur Islam yang berada di kawasan Arab—Iraq, Syiria, dan sebagian Persia—walau secara politis ditaklukkan Mongol, tapi akhirnya Mongol sendiri yang terserap ke dalam budaya Islam.
Kesimpulannya: akar budaya Islam di kawasan budaya Arab diperintah bukan hanya oleh dinasti yang berbangsa Arab, tetapi siapa yang kuat akan memerintah wilayah tersebut. Dinasti-dinasti silih berganti berkuasa, tapi yang langgeng adalah kekuasaan dari bangsa Arab sendiri, baik pada masa klasik maupun masa modern.
 
Dampak Kekuasaan Mongol
Dampak negatifnya lebih banyak, a.l.:
1.Pembunuhan ummat Islam besar-besaran; Hulagu mengekskusi khalifah Mu’tashim. Arghun membunuh Takudar; mencopot jabatan penting dan membunuhnya
2.Bangsa Mongol lebih bersimpati pada ummat Kristen dan menghalang-halangi dakwah Islam
3.Hancurnya Baghdad dengan berbagai fasilitas dan perpustakaan—dibakar—sebuah kerugian besar bagi khazanah ilmu pengetahuan dan berdampak sampai sekarang.

Dampak Positif; setelah pemimpinnya—Takudar, Ghazan, dan Uljaytu Khuda Banda—masuk Islam, mereka menjadikan Islam sebagai agama resmi. Mereka tertarik pada Islam karena berasimilasi dan bergaul dengan masyarakat muslim; Ghazan terpengaruh menterinya, Rashiduddin dan Nawruz (gubernur Syiria).
 
Penguasa Muslim Timur Lenk (1336-1404 M)
Timur Lenk lahir di dekat Kesh, wilayah Uzbekistan, sebelah selatan Samarkand di Transoxania, pada 8 April 1336 M, dan meninggal di Otrar. Ayahnya Taragai, kepala suku Balas, keturunan Karachar Noyan yang menjadi menteri dan kerabat Chagatay, putra Jenghiz Khan. Ia sejak umur 12 tahun sudah ikut perang. Ia mengabdikan diri pada gub.Transoxania, Amir Qazaghan. Setelah Amir wafat datang serbuan dari Tughlug Temur . Timur lenk melawan tapi akhirnya malah diangkat menjadi gubernur Samarkand oleh Tughlug, namun karena posisinya digantikan oleh anak Tughlug (Ilyas Khoja gubernur, Timur wazirnya), Timur bersekutu dengan cucu Qazaghan, Amir Husain, memberontak Tughlug. Berhasil.

Ambisinya untuk berkuasa membuatnya membunuh Amir Husain (walaupun ipar). Setelah itu ia memproklamirkan diri sebagai penguasa tunggal Transoxania (10 April 1370). Ia berambisi untuk menaklukkan daerah-daerah bekas koloni Jenghiz Khan; Khurasan, Herat, Afghanistan, Persia, Fars, dan Kurdistan. Di setiap negeri yang ditaklukkannya Timur Lenk membantai penduduk yang melawan (sangat ganas dan kejam)
Konon ia adalah penganut Syi’ah yang taat dan menyukai tasawuf tarekat Naqsyabandiyah.
 
Dinasti Delhi (1206-1555 M)
Terletak di India Utara, mengalami 5 x pergantian kepemimpinan, yi:
1. Dinasti Mamluk   = 84 Th (keturunan Qutbuddin Aybak, budak dari Turki)
2. Dinasti Khalji  = 30 Th (dari Afghanistan)
3. Dinasti Tughluq  = 93 Th
4. Dinasti Sayid  = 37 Th, dan
5. Dinasti Lody  = 75 Th.
Peninggalannya, a.l.: mesjid Kuwat al-Islam dan Qutub Minar (menara di Lalkot, Delhi)

sumber : http://iimazizah.wordpress.com/category/sejarah-peradaban-islam/

Idul Fitri (Bukan Sekedar Baju Baru)

Posted by Unknown 0 komentar
Tidak ada bulan manapun diantara ke 12 bulan dalam satu tahun selain bulan Syawwal yang amat sangat disambut meriah oleh umat muslim diseluruh penjuru dunia, bagaimana tidak, belum masuk tanggal 1-nya saja sudah meriah dengan berbagai aktivitas dari berbagai elemen masyarakat muslim, dari yang sangat taat, sampai orang islam yang hanya sekedar mengisi kekosongan  kolom daftar agama dikartu tanda penduduk mereka.

Kemeriahan ini biasanya dimulai dengan banyaknya iklan-iklan yang menayangkan berbagai aneka produk yang menawarkan discount sangat menggiurkan dan menarik masyarakat untuk berbelanja, biasanya banyak pula yang sudah jauh-jauh hari memulai menjajakan discount dari sebelum masuk bulan Ramadhan. Kita anggap memang ini adalah hal yang lumrah, sudah menjadi tradisi bagi muslim menyiapkan segala yang baru mulai dari sendal, sepatu, celana, baju, sarung, peci dan lain sebagainya. Rasa-rasanya kurang afdhol jika tidak memperbaharui pakaian di hari raya Fitri ini.
Berikutnya sambutan bulan Syawwal dimeriahkan oleh media yang menghiasi kolom-kolom beritanya tentang kabar H-5 H-4 dan seterusnya sampai H+7 bahkan sampai H+10 bulan Syawwal, apalagi kalau bukan berita hijrahnya penduduk kota yang kembali ketanah keluarganya yang berada diluar kota dengan membawa hasil pencahariaan selama 1 tahun belakangan, kita sering menyebutnya dengan peristiwa arus “mudik”.

Kemeriahan ketiga biasanya dimeriahakan oleh suara-suara media tentang persoalan kapankan idul fitri dimulai?besok atau lusa?. Perbedaan ijtihad  para ahli agama tentang penentuan awal bulan Sawwal yang sering terjadi sehingga menjadi konsumsi umum dan bukan lagi barang langka dikalangan muslim Indonesia, terlebih sangat terasa sekali karena media menayangkan langsung dari kantor Departemen Agama RI acara penentuan awal dari bulan Syawwal tersebut. berbeda dengan negara-negara muslim lainnya khususnya wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara, hal-hal yang menyangkut sidang itsbat awal bulan dalam kalender Hijriyah biasanya berlangsung tertutup, jadi masyarakat tidak dipusingkan oleh suara sumbang kelompok-kelompok yang berbeda pendapat serta cenderung berfikir untuk meninggalkan urusan itu kepada ahlinya.

Itu semua kadang membuat kita lupa untuk memaknai hakikat dan inti dari perayaan Idul Fitri atau biasa kita sebut Hari Raya Fitri. Saya pernah mendengarkan ceramah dari prof. DR Quraisy Shihab yang berkaitan tentang Idul Fitri, oleh karena itu disini saya akan mengutip soal Idul Fitri yang beliau sampaikan pada sesi ceramahnya beberapa waktu yang lalu.

Ceramah pertama:
Banyak orang yang menyebut dalam bahasa sehari-hari kata Idul Fitri sebagai Hari Raya Suci. Akan tetapi ada sebagian pakar yang menjelaskan arti dan makna Idul Fitri dari sisi yang lain, kata “ied” dalam bahasa arab berarti “kembali”, sedangkan kata “fitri” itu seakar dengan “iftar” yang artinya ”berbuka puasa”. “Ied” juga seakar dengan kata “futur” yang artinya “makan pagi”. Oleh karena itu “Idul Fitri” berarti hari dimana orang-orang muslim kembali makan setelah melaksanakan ibadah puasa selama satu bulan penuh. Rasulullah Saw makan beberapa biji kurma sebelum berangkan sholat Idul Fitri, berbeda dengan Idul Adha, beliau tidak makan sebelum melaksanakan shalat Idul Adha. Banyak pula tuntunan agama tentang hari raya dan makanan, dalam Al-Quran sahabat nabi Isa alaihissalam meminta untuk diturunkan hidangan dari langit untuk dijadikan hari raya mereka. Begitu juga dengan makannya sendiri, begitu banyak tuntunan agama untuk manusia agar memakan dengan yang baik-baik, yang proporsional, yang lezat dan yang bisa bernilai bagi tubuh kita baik itu dari kandungan gizi, protein dan sumber tenaga.

Ceramah kedua:
Sudah menjadi suatu tradisi jika datang hari raya kita sudah menyiapkan pakaian yang baru dan yang indah, memakai pakaian yang indah itu tidak ada larangan bahkan dalam Al-Qur’an kita dianjurkan memakai pakain yang indah ketika kemasjid beribadah atau bisa juga kemanapun, asal jangan ada niat menggunakan keindahan pakaian untuk sekedar bersombong kepada orang-orang sekitar. fungsi pakaian itu sebenarnya ada empat. Pertama, pakaian adalah penutup keburukan yang ada di tubuh kita, sesuatu bagian dari tubuh kita yang tidak pantas dilihat oleh orang lain. Kedua, pakaian bisa menjadi unsur keindahan seseorang . Ketiga, pakaian berfungsi untuk membedakan seseorang dengan yang lainnya, kita bisa menilai orang apakah ia seorang yang kaya atau miskin, dan kita juga bisa menilai profesi seseorang dari pakaiannya. dan Keempat, pakaian bisa melindungi kita dari sengatan panas dan dingin.

Jika kita sudah menyiapkan pakaian Jasmani yang indah yang akan kita pakai pada hari raya Idul Fitri, sebenarnya dan sepatutnya kita pun sudah merajut pakaian Rohani kita selama bulan Ramadhan. Allah Swt berfirman “dan pakaian ketaqwaan itulah yang paling baik daripada pakaian jasmani”. jika pakaian Jasmani melindungi kita dari sengatan panas dan dingin, maka pakaian Rohani melindungi kita dari neraka, jika pakaian Jasmani membedakan keindahan kita terhadap orang lain, maka pakaian Rohani membedakan antara muslim dan non-muslim. Benang-benang yang digunakan untuk merajut pakaian ketaqwaan ini adalah dengan pebuatan-perbuatan baik seperti sabar, syukur, rendah hati, pemurah dan lain-lain. Seorang muslim yang baik yang sudah menggunakan pakaian Rohani yang baru akan senantiasa membuka pintu maaf bagi yang melakukan keburukan kepadanya. jika ia difitnah hendaknya berdoa jika apa yang dituduhkan itu benar semoga Allah Swt memaafkan dan mengampuni. jika apa yang dituduhkan itu salah maka ia memaafkan dan berdoa semoga orang yang menuduhnya itu mendapat ampunan dari Allah Swt.
Dihari raya ini marilah kita kembali memperbaharui jiwa kita agar bersikap lebih baik dari yang sebelumnya, serta melanjutkan momentum Ramadhan kita hingga mencapai derajat yang tinggi disisi Allah Swt.

http : //edukasi.kompasiana.com/2012/08/18/idul-fitri-bukan-sekedar-baju-baru-486548.html

Biografi Presiden Soekarno

Posted by Unknown Sabtu, 12 Juli 2014 1 komentar
Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Semasa hidupnya, beliau mempunyai tiga istri dan dikaruniai delapan anak. Dari istri Fatmawati mempunyai anak Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh. Dari istri Hartini mempunyai Taufan dan Bayu, sedangkan dari istri Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto mempunyai anak Kartika.

Biografi Presiden Soekarno dari Biografi Web

Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama Kusno Sosrodihardjo oleh orangtuanya. Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya. Nama tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaitu Karna. Nama “Karna” menjadi “Karno” karena dalam bahasa Jawa huruf “a” berubah menjadi “o” sedangkan awalan “su” memiliki arti “baik”.


Di kemudian hari ketika menjadi Presiden R.I., ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah. Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah. Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno.
Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang tuanya di Blitar. Semasa SD hingga tamat, beliau tinggal di Surabaya, indekos di rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjutkan sekolah di HBS (Hoogere Burger School). Saat belajar di HBS itu, Soekarno telah menggembleng jiwa nasionalismenya. Selepas lulus HBS tahun 1920, pindah ke Bandung dan melanjut ke THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). Ia berhasil meraih gelar “Ir” pada 25 Mei 1926.
Kemudian, beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Akibatnya, Belanda, memasukkannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul Indonesia Menggugat, beliau menunjukkan kemurtadan Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu.
Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah bebas pada tahun 1931, Soekarno bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu.
Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir.Soekarno mengemukakan gagasan tentang dasar negara yang disebutnya Pancasila. Tanggal 17 Agustus 1945, Ir Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dalam sidang PPKI, 18 Agustus 1945 Ir.Soekarno terpilih secara aklamasi sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama.

Sebelumnya, beliau juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau berupaya mempersatukan nusantara. Bahkan Soekarno berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok.
Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik hebat yang menyebabkan penolakan MPR atas pertanggungjawabannya. Sebaliknya MPR mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Kesehatannya terus memburuk, yang pada hari Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jatim di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Pemerintah menganugerahkannya sebagai “Pahlawan Proklamasi”.

PRESTASI SOEKARNO

01 juni 1945 Soekarno menyampaikan visi tentang falsafah dan dasar Negara yang kemudian dikenal sebagai hari lahir pancasila. Pada tanggal 18-25 april 1955 Soekarno membawa Indonesia berhasil menyelenggarakan Konferesi Asia Afrika di Bandung. 05 juli 1959 Soekarno mengeluarkan dekrit yang menyatakan berlakunya kembali UUD 1945. 30 september 1960 Soekarno mengingatkan pembebasan Irian Barat dan direalisasikan dengan Trikora. 14 Januari 1999 mendapat tanda penghargaan lencana tugas kencana, sebagian dari sederet gelar lainya, termasuk 27 gelar doktor kehormatan.







Sumber : http://bio.or.id/biografi-presiden-soekarno/

Biografi KH Hasyim Al Asy’ari Pendiri Nahdlatul Ulama (NU)

Posted by Unknown 0 komentar
KH Hasyim Al Asy’ari adalah seorang ulama pendiri Nahdlatul Ulama (NU), organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia. Ia juga pendiri pesantren Tebuireng, Jawa Timur dan dikenal sebagai tokoh pendidikan pembaharu pesantren. Selain mengajarkan agama dalam pesantren, ia juga mengajar para santri membaca buku-buku pengetahuan umum, berorganisasi, dan berpidato.
hasyim-asyari

Biografi KH Hasyim Al Asy’ari dari Biografi Web

Karya dan jasa Kiai Hasyim Asy’ari yang lahir di Pondok Nggedang, Jombang, Jawa Timur, 10 April 1875 tidak lepas dari nenek moyangnya yang secara turun-temurun memimpin pesantren. Ayahnya bernama Kiai Asyari, pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Ibunya bernama Halimah. Dari garis ibu, Kiai Hasyim Asy’ari merupakan keturunan Raja Brawijaya VI, yang juga dikenal dengan Lembu Peteng, ayah Jaka Tingkir yang menjadi Raja Pajang (keturunan kedelapan dari Jaka Tingkir).

Kelahiran Dan Masa Kecil

Tidak jauh dari jantung kota Jombang ada sebuah dukuh yang bernama Ngedang Desa Tambak Rejo yang dahulu terdapat Pondok Pesantren yang konon pondok tertua di Jombang, dan pengasuhnya Kiai Usman. Beliau adalah seorang kiai besar, alim dan sangat berpengaruh, istri beliau Nyai Lajjinah dan dikaruniai enam anak:
  1. Halimah (Winih)
  2. Muhammad
  3. Leler
  4. Fadli
  5. Arifah
Halimah kemudian dijodohkan dengan seorang santri ayahandanya yang bernama Asy’ari, ketika itu Halimah masih berumur 4 tahun sedangkan Asy’ari hampir beruisa 25 tahun. Mereka dikarunia 10 anak:
  1. Nafi’ah
  2. Ahmad Saleh
  3. Muhammad Hasyim
  4. Radiyah
  5. Hasan
  6. Anis
  7. Fatonah
  8. Maimunah
  9. Maksun
  10. Nahrowi, dan
  11. Adnan.
Muhammad Hasyim, lahir pada hari Selasa Tanggal 24 Dzulqo’dah 1287 H, bertepatan dengan tanggal 14 Pebruari 1871 M. Masa dalam kandungan dan kelahiran KH.M. Hasyim Asy’ari, nampak adanya sebuah isyarat yang menunjukkan kebesarannya. diantaranya, ketika dalam kandungan Nyai Halimah bermimpi melihat bulan purnama yang jatuh kedalam kandungannya, begitu pula ketika melahirkan Nyai Halimah tidak merasakan sakit seperti apa yang dirasakan wanita ketika melahirkan.
Di masa kecil beliau hidup bersama kakek dan neneknya di Desa Ngedang, ini berlangsung selama enam tahun. Setelah itu beliau mengikuti kedua orang tuanya yang pindah ke Desa Keras terletak di selatan kota Jombang dan di desa tersebut Kiai Asy’ari mendirikan pondok pesantren yang bernama Asy’ariyah.
Principle of early learning, mungkin teori ini layak disandang oleh beliau, berdasarkan kehidupan beliau yang mendukung yaitu hidup dilingkungan pesantren, sehingga wajar kalau nilai-nilai pesantren sangat meresap pada dirinya, begitu pula nilai-nilai pesantren dapat dilihat bagaimana ayahanda dan bundanya memberikan bimbingan kepada santri, dan bagaimana para santri hidup dengan sederhana penuh dengan keakraban dan saling membantu..

Belajar Pada Keluarga

Perjalanan keluarga beliau pulalah yang memulai pertama kali belajar ilmu-ilmu agama baik dari kakek dan neneknya. Desa Keras membawa perubahan hidup yang pertama kali baginya, disini mula-mula ia menerima pelajaran agama yang luas dari ayahnya yang pada saat itu pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Asy’ariyah. Dengan modal kecerdasan yang dimiliki dan dorongan lingkungan yang kondusif, dalam usia yang cukup muda, beliau sudah dapat memahami ilmu-ilmu agama, baik bimbingan keluarga, guru, atau belajar secara autodidak. Ketidakpuasannya terhadap apa yang sudah dipelajari, dan kehausan akan mutiara ilmu, membuatnya tidak cukup hanya belajar pada lingkungan keluarganya. Setelah sekitar sembilan tahun di Desa Keras (umur 15 tahun) yakni belajar pada keluarganya, beliau mulai melakukan pengembaraanya menuntut ilmu.

Mengembara ke Berbagai Pesantren

Dalam usia 15 tahun, perjalanan awal menuntut ilmu, Muhammad Hasyim belajar ke pondok-pondok pesantren yang masyhur di tanah Jawa, khususnya Jawa Timur. Di antaranya adalah Pondok Pesantren Wonorejo di Jombang, Wonokoyo di Probolinggo, Tringgilis di Surabaya, dan Langitan di Tuban (sekarang diasuh oleh K.H Abdullah Faqih), kemudian Bangkalan, Madura, di bawah bimbingan Kiai Muhammad Khalil bin Abdul Latif (Syaikhuna Khalil).
Ada cerita yang cukup mengagumkan tatkala KH.M. Hasyim Asy’ari “ngangsu kawruh” dengan Kiai Khalil. Suatu hari, beliau melihat Kiai Khalil bersedih, beliau memberanikan diri untuk bertanya. Kiai Khalil menjawab, bahwa cincin istrinya jatuh di WC, Kiai Hasyim lantas usul agar Kiai Khalil membeli cincin lagi. Namun, Kiai Khalil mengatakan bahwa cincin itu adalah cincin istrinya. Setelah melihat kesedihan di wajah guru besarnya itu, Kiai Hasyim menawarkan diri untuk mencari cincin tersebut didalam WC. Akhirnya, Kiai Hasyim benar-benar mencari cincin itu didalam WC, dengan penuh kesungguhan, kesabaran, dan keikhlasan, akhirnya Kiai Hasyim menemukan cincin tersebut. Alangkah bahagianya Kiai Khalil atas keberhasilan Kiai Hasyim itu. Dari kejadian inilah Kiai Hasyim menjadi sangat dekat dengan Kiai Khalil, baik semasa menjadi santrinya maupun setelah kembali ke masyarakat untuk berjuang. Hal ini terbukti dengan pemberian tongkat saat Kiai Hasyim hendak mendirikan Jam’iyah Nahdlatul Ulama’ yang dibawa KH. As’ad Syamsul Arifin (pengasuh Pondok Pesantren Syafi’iyah Situbondo).
Setelah sekitar lima tahun menuntut ilmu di tanah Madura (tepatnya pada tahun 1307 H/1891 M), akhirnya beliau kembali ke tanah Jawa, belajar di pesantren Siwalan, Sono Sidoarjo, dibawah bimbingan K. H. Ya’qub yang terkenal ilmu nahwu dan shorofnya. Selang beberapa lama, Kiai Ya’qub semakin mengenal dekat santri tersebut dan semakin menaruh minat untuk dijadikan menantunya.
Pada tahun 1303 H/1892 M., Kiai Hasyim yang saat itu baru berusia 21 tahun menikah dengan Nyai Nafisah, putri Kiai Ya’qub. Tidak lama setelah pernikahan tersebut, beliau kemudian pergi ke tanah suci Mekah untuk menunaikan ibadah haji bersama istri dan mertuanya. Disamping menunaikan ibadah haji, di Mekah beliau juga memperdalam ilmu pengetahuan yang telah dimilkinya, dan menyerap ilmu-ilmu baru yang diperlukan. Hampir seluruh disiplin ilmu agama dipelajarinya, terutama ilmu-ilmu yang berkaitan dengan hadits Rasulullah SAW yang menjadi kegemarannya sejak di tanah air.
Perjalanan hidup terkadang sulit diduga, gembira dan sedih datang silih berganti.demikian juga yang dialami Kiai Hasyim Asy’ari di tanah suci Mekah. Setelah tujuh bulan bermukim di Mekah, beliau dikaruniai putra yang diberi nama Abdullah. Di tengah kegembiraan memperoleh buah hati itu, sang istri mengalami sakit parah dan kemudian meninggal dunia. empat puluh hari kemudian, putra beliau, Abdullah, juga menyusul sang ibu berpulang ke Rahmatullah. Kesedihan beliau yang saat itu sudah mulai dikenal sebagai seorang ulama, nyaris tak tertahankan. Satu-satunya penghibur hati beliau adalah melaksanakan thawaf dan ibadah-ibadah lainnya yang nyaris tak pernah berhenti dilakukannya. Disamping itu, beliau juga memiliki teman setia berupa kitab-kitab yang senantiasa dikaji setiap saat. Sampai akhirnya, beliau meninggalkan tanah suci, kembali ke tanah air bersama mertuanya.

Kematangan Ilmu di Tanah Suci

Kerinduan akan tanah suci rupanya memanggil beliau untuk kembali lagi pergi ke kota Mekah. Pada tahun 1309 H/1893 M, beliau berangkat kembali ke tanah suci bersama adik kandungnya yang bernama Anis. Kenangan indah dan sedih teringat kembali tatkala kaki beliau kembali menginjak tanah suci Mekah. Namun hal itu justru membangkitkan semangat baru untuk lebih menekuni ibadah dan mendalami ilmu pengetahuan. Tempat-tempat bersejarah dan mustajabah pun tak luput dikunjunginya, dengan berdoa untuk meraih cita-cita, seperti Padang Arafah, Gua Hira’, Maqam Ibrahim, dan tempat-tempat lainnya. Bahkan makam Rasulullah SAW di Madinah pun selalu menjadi tempat ziarah beliau. Ulama-ulama besar yang tersohor pada saat itu didatanginya untuk belajar sekaligus mengambil berkah, di antaranya adalah Syaikh Su’ab bin Abdurrahman, Syaikh Muhammad Mahfud Termas (dalam ilmu bahasa dan syariah), Sayyid Abbas Al-Maliki al-Hasani (dalam ilmu hadits), Syaikh Nawawi Al-Bantani dan Syaikh Khatib Al-Minang Kabawi (dalam segala bidang keilmuan).
Upaya yang melelahkan ini tidak sia-sia. Setelah sekian tahun berada di Mekah, beliau pulang ke tanah air dengan membawa ilmu agama yang nyaris lengkap, baik yang bersifat ma’qul maupun manqul, seabagi bekal untuk beramal dan mengajar di kampung halaman.

Mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng

Sepulang dari tanah suci sekitar Tahun1313 H/1899 M, beliau memulai mengajar santri, beliau pertama kali mengajar di Pesantren Ngedang yang diasuh oleh mediang kakeknya, sekaligus tempat dimana ia dilahirkan dan dibesarkan. Setelah itu belaiu mengajar di Desa Muning Mojoroto Kediri. Disinilah beliau sempat menikahi salah seoarang putri Kiai Sholeh Banjar Melati. Akungnya, karena berbagai hal, pernikahan tersebut tidak berjalan lama sehingga Kiai Hasyim kembali lagi ke Jombang.
Ketika telah berada di Jombang beliau berencana membangun sebuah pesantren yang dipilihlah sebuah tempat di Dusun Tebuireng yang pada saat itu merupakan sarang kemaksiatan dan kekacauan. Pilihan itu tentu saja menuai tanda tanaya besar dikalangan masyarakat, akan tetapi semua itu tidak dihiraukannaya.
Nama Tebuireng pada asalnya Kebo ireng (kerbau hitam). Ceritanya, Di dearah tersebut ada seekor kerbau yang terbenam didalam Lumpur, dimana tempat itu banyak sekali lintahnya, ketika ditarik didarat, tubuh kerbau itu sudah berubah warna yang asalnya putih kemerah-merahan berubah menjadi kehitam-hitaman yang dipenuhi dengan lintah. Konon semenjak itulah daerah tadi dinamakan Keboireng yang akhirnya berubah menjadi Tebuireng.
Pada tanggal 26 Robiul Awal 1317 H/1899 M, didirikanlah Pondok Pesantren Tebuireng, bersama rekan-rekan seperjuangnya, seperti Kiai Abas Buntet, Kiai Sholeh Benda Kereb, Kiai Syamsuri Wanan Tara, dan beberapa Kiai lainnya, segala kesuliatan dan ancaman pihak-pihak yang benci terhadap penyiaran pendidikan Islam di Tebuireng dapat diatasi.
KH. M. Hasyim Asya’ri memulai sebuah tradisi yang kemudian menjadi salah satu keistimewaan beliau yaitu menghatamkan kitab shakhihaini “Al-Bukhori dan Muslim” dilaksanakan pada setiap bulan suci ramadlan yang konon diikuti oleh ratusan kiai yang datang berbondong-bondong dari seluruh jawa. Tradisi ini berjalan hingga sampai sekarang (penggasuh PP. Tebuireng KH. M.Yusuf Hasyim). Para awalnya santri Pondok Tebuireng yang pertama berjumlah 28 orang, kemudian bertambah hingga ratusan orang, bahkan diakhir hayatnya telah mencapai ribuan orang, alumnus-alumnus Pondok Tebuireng yang sukses menjadi ulama’ besar dan menjadi pejabat-pejabat tinggi negara, dan Tebuireng menjadi kiblat pondok pesantren.

Mendirikan Nahdlatul Ulama’

Disamping aktif mengajar beliau juga aktif dalam berbagai kegiatan, baik yang bersifat lokal atau nasional. Pada tanggal 16 Sa’ban 1344 H/31 Januari 1926 M, di Jombang Jawa Timur didirikanlah Jam’iyah Nahdlotul Ulama’ (kebangkitan ulama) bersama KH. Bisri Syamsuri, KH. Wahab Hasbullah, dan ulama’-ulama’ besar lainnya, dengan azaz dan tujuannya: “Memegang dengan teguh pada salah satu dari madzhab empat yaitu Imam Muhammad bin Idris Asyafi’i, Imam Malik bin Anas, Imam Abu Hanifah An-Nu’am dan Ahmad bin Hambali. Dan juga mengerjakan apa saja yang menjadikan kemaslahatan agama Islam”. KH. Hasyim Asy’ari terpilih menjadi rois akbar NU, sebuah gelar sehingga kini tidak seorang pun menyandangnya. Beliau juga menyusun qanun asasi (peraturan dasar) NU yang mengembangkan faham ahli sunnah waljama’ah.
Nahdlatul ulama’ sebagai suatu ikatan ulama’ seluruh Indonesia dan mengajarkan berjihad untuk keyakinan dengan sistem berorganisasi. Memang tidak mudah untuk menyatukan ulama’ yang berbeda-beda dalam sudut pandangnya, tetapi bukan Kiai Hasyim kalau menyerah begitu saja, bahwa beliau melihat perjuangan yang dilakukan sendiri-sendiri akan lebih besar membuka kesempatan musuh untuk menghancurkannya, baik penjajah atau mereka yang ingin memadamkan sinar dan syi’ar Islam di Indonesia, untuk mengadudomba antar sesama. Beliau sebagai orang yang tajam dan jauh pola pikirnya dalam hal ini, melihat bahaya yang akan dihadapkannya oleh umat Islam, dan oleh karena itu beliau berfikir mencari jalan keluarnya yaitu dengan membentuk sebuah organisasi dengan dasar-dasar yang dapat diterima oleh ulama’ulama lain.
Jam’iyah ini berpegang pada faham ahlu sunnah wal jama’ah, yang mengakomodir pada batas-batas tertentu pola bermadzhab, yang belakangan lebih condong pada manhaj dari pada sekedar qauli. Pada dasawarsa pertama NU berorentasi pada persoalan agama dan kemasyarakatan. Kegiatan diarahkankan pada persoalan pendidikan, pengajian dan tabligh. Namun ketika memasuki dasawarsa kedua orentasi diperluas pada persoalan-persolan nasional. Hal tersebut terkait dengan keberadaannya sebagai anggota federasi Partai dan Perhimpunan Muslim Indonesia (MIAI) NU bahkan pada perjalanan sejarahnya pernah tampil sebagai salah satu partai polotik peserta pemilu, yang kemudian menyatu dengan PPP, peran NU dalam politik praktis ini kemudian diangulir dengan keputusan Muktamar Situbono yanh menghendaki NU sebagai organisasi sosial keagamaan kembali pada khitohnya.

Pejuang Kemerdekaan

Peran KH. M. Hasyim Asy’ari tidak hanya terbatas pada bidang keilmuan dan keagamaan, melainkan juga dalam bidang sosial dan kebangsaan, beliau terlibat secara aktif dalam perjuangan membebaskan bangsa dari penjajah belanda.
Pada tahun 1937 beliau didatangi pimpinan pemerintah belanda dengan memberikan bintang mas dan perak tanda kehormatan tetapi beliau menolaknya. Kemudian pada malam harinya beliau memberikan nasehat kepada santri-santrinya tentang kejadian tersebut dan menganalogkan dengan kejadian yang dialami Nabi Muhammad SAW yang ketika itu kaum Jahiliyah menawarinya dengan tiga hal, yaitu:
  • Kursi kedudukan yang tinggi dalam pemerintahan
  • Harta benda yang berlimpah-limpah
  • Gadis-gadis tercantik
Akan tetapi Nabi SAW menolaknya bahkan berkata: “Demi Allah, jika mereka kuasa meletakkan matahari ditangan kananku dan bulan ditangan kiriku dengan tujuan agar aku berhenti dalam berjuang, aku tidak akan mau menerimanya bahkan nyawa taruhannya”. Akhir KH.M. Hasyim Asy’ari mengakhiri nasehat kepada santri-santrinya untuk selalu mengikuti dan menjadikan tauladan dari perbuat Nabi SAW.
Masa-masa revolusi fisik di Tahun 1940, barang kali memang merupakan kurun waktu terberat bagi beliau. Pada masa penjajahan Jepang, beliau sempat ditahan oleh pemerintah fasisme Jepang. Dalam tahanan itu beliau mengalami penyiksaan fisik sehingga salah satu jari tangan beliau menjadi cacat. Tetapi justru pada kurun waktu itulah beliau menorehkan lembaran dalam tinta emas pada lembaran perjuangan bangsa dan Negara republik Indonesia, yaitu dengan diserukan resolusi jihad yang beliau memfatwakan pada tanggal 22 Oktober 1945, di Surabaya yang lebih dikenal dengan hari pahlawan nasional.
Begitu pula masa penjajah Jepang, pada tahun 1942 Kiai Hasyim dipenjara (Jombang) dan dipindahkan penjara Mojokerto kemudian ditawan di Surabaya. Beliau dianggap sebagai penghalang pergerakan Jepang.
Setelah Indonesia merdeka Pada tahun 1945 KH. M. Hasyim Asy’ari terpilih sebagai ketua umum dewan partai Majlis Syuro Muslimin Indonesia (MASYUMI) jabatan itu dipangkunya namun tetap mengajar di pesantren hingga beliau meninggal dunia pada tahun 1947.

Keluarga Dan Sisilah

Hampir bersamaan dengan berdirinya Pondok Pesantren Tebuireng (1317 H/1899 M), KH. M. Hasyim Asya’ri menikah lagi dengan Nyai Nafiqoh putri Kiai Ilyas pengasuh Pondok Pesantren Sewulan Madiun. Dari perkawinan ini kiai hasyim dikaruniai 10 putra dan putri yaitu:
  1. Hannah
  2. Khoiriyah
  3. Aisyah
  4. Azzah
  5. Abdul Wahid
  6. Abdul hakim (Abdul Kholiq)
  7. Abdul Karim
  8. Ubaidillah
  9. Mashurroh
  10. Muhammad Yusuf.
Menjelang akhir Tahun 1930, KH. M. Hasyim Asya’ri menikah kembali denagn Nyai Masruroh, putri Kiai Hasan, pengasuh Pondok Pesantren Kapurejo, Kecamatan Pagu Kediri, dari pernikahan tersebut, beliua dikarunia 4 orang putra-putri yaitu:
  1. Abdul Qodir
  2. Fatimah
  3. Chotijah
  4. Muhammad Ya’kub
Garis keturunan KH. M. Hasyim Asy’ari (Nenek ke-sembilan )
Muhammad Hasyim bin Asy’ari bin Abdul Wahid (Pangeran Sambo) bin Abdul Halim (Pangeran Benowo) bin Abdul Rahman (Mas Karebet/Jaga Tingkir) yang kemudian bergelar Sultan Hadiwijaya bin Abdullah (Lembu Peteng) yang bergelar Brawijaya VI

Wafatnya Sang Tokoh

Pada Tanggal 7 Ramadhan 1366 M. jam 9 malam, beliau setelah mengimami Shalat Tarawih, sebagaimana biasanya duduk di kursi untuk memberikan pengajian kepada ibu-ibu muslimat. Tak lama kemudian, tiba-tiba datanglah seorang tamu utusan Jenderal Sudirman dan Bung Tomo. Sang Kiai menemui utusan tersebut dengan didampingi Kiai Ghufron, kemudian tamu itu menyampaikan pesan berupa surat. Entah apa isi surat itu, yang jelas Kiai Hasyim meminta waktu semalam untuk berfikir dan jawabannya akan diberikan keesokan harinya.
Namun kemudian, Kiai Ghufron melaporkan situasi pertempuran dan kondisi pejuang yang semakin tersudut, serta korban rakyat sipil yang kian meningkat. Mendengar laporan itu, Kiai Hasyim berkata, “Masya Allah, Masya Allah…” kemudian beliau memegang kepalanya dan ditafsirkan oleh Kiai Ghufron bahwa beliau sedang mengantuk. Sehingga para tamu pamit keluar. Akan tetapi, beliau tidak menjawab, sehingga Kiai Ghufron mendekat dan kemudian meminta kedua tamu tersebut untuk meninggalkan tempat, sedangkan dia sendiri tetap berada di samping Kiai Hasyim Asy’ari. Tak lama kemudian, Kiai Ghufron baru menyadari bahwa Kiai Hasiyim tidak sadarkan diri. Sehingga dengan tergopoh-gopoh, ia memanggil keluarga dan membujurkan tubuh Kiai Hasyim. Pada saat itu, putra-putri beliau tidak berada di tempat, misalnya Kiai Yusuf Hasyim yang pada saat itu sedang berada di markas tentara pejuang, walaupun kemudian dapat hadir dan dokter didatangkan (Dokter Angka Nitisastro).
Tak lama kemudian baru diketahui bahwa Kiai Hasyim terkena pendarahan otak. Walaupun dokter telah berusaha mengurangi penyakitnya, namun Tuhan berkehendak lain pada kekasihnya itu. KH.M. Hasyim Asy’ari wafat pada pukul 03.00 pagi, Tanggal 25 Juli 1947, bertepatan dengan Tanggal 07 Ramadhan 1366 H. Inna LiLlahi wa Inna Ilaihi Raji’un.
Kepergian belaiu ketempat peristirahatan terakhir, diantarkan bela sungkawa yang amat dalam dari hampir seluruh lapisan masyarakat, terutama dari para pejabat sipil maupun militer, kawan seperjuangan, para ulama, warga NU, dan khususnya para santri Tebuireng. Umat Islam telah kehilangan pemimpin besarnya yang kini berbaring di pusara beliau di tenggah Pesantrn Tebuireng. Pada saat mengantar kepergianya, shahabat dan saudara beliau, KH. Wahab hazbulloh, sempat mengemukakan kata sambutan yang pada intinya menjelaskan prinsip hidup belaiu, yakni, “berjuang terus dengan tiada mengenal surut, dan kalau perlu zonder istirahat”.

Karya Kitab Klasik

Peninggalan lain yang sangat berharga adalah sejumlah kitab yang beliau tulis disela-sela kehidupan beliau didalam mendidik santri, mengayomi ribuan umat, membela dan memperjuangkan bumi pertiwi dari penjajahan. Ini merupakan bukti riil dari sikap dan perilakunya, pemikirannya dapat dilacak dalam beberapa karyanya yang rata-rata berbahasa Arab.
Tetapi sangat disayangkan, karena kurang lengkapnya dokumentasi, kitab-kitab yang sangat berharga itu lenyap tak tentu rimbanya. Sebenarnya, kitab yang beliau tulis tidak kurang dari dua puluhan judul. Namun diakungkan yang bisa diselamatkan hanya beberapa judul saja, diantaranya:
  1. Al-Nurul Mubin Fi Mahabati Sayyidi Mursalin. Kajian kewajiban beriman, mentaati, mentauladani, berlaku ikhlas, mencinatai Nabi SAW sekaligus sejarah hidupnya
  2. Al-Tanbihat al-Wajibat Liman Yashna’u al-Maulida Bi al-Munkarat. Kajian mengenai maulid nabi dalam kaitannya dengan amar ma’ruf nahi mungkar
  3. Risalah Ahli Sunnah Wal Jama’ah. Kajian mengenai pandangan terhadap bid’ah, Konsisi salah satu madzhab, dan pecahnya umat menjadi 73 golongan
  4. Al-Durasul Muntasyiroh Fi Masail Tis’a ‘asyaraoh. Kajian tentang wali dan thoriqoh yang terangkum dalam sembilan belas permasalahan.
  5. Al-Tibyan Fi Nahyi’an Muqatha’ah al-Arham Wa al-Aqrab Wa al-Akhwal. Kajian tentang pentingnya jalinan silaturahmi antar sesama manusia
  6. Adabul ‘Alim Wa Muata’alim. Pandangan tentang etika belajar dan mengajar didalam pendidikan pesantrren pada khususnya
  7. Dlau’ al-Misbah Fi Bayani Ahkami Nikah. Kajian hukum-hukum nikah, syarat, rukun, dan hak-hak dalam perkawinan
  8. Ziyadah Ta’liqot. Kitab yang berisikan polemic beliau dengan syaikh Abdullah bin yasir Pasuruaan
Sumber : http://bio.or.id/biografi-kh-hasyim-al-asyari-pendiri-nahdlatul-ulama-nu/ 

Badan Otonom Nahdlatul Ulama

Posted by Unknown 0 komentar


Badan Otonom adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu dan beranggotakan perorangan.

Badan Otonom dikelompokkan dalam katagori Badan Otonom berbasis usia dan kelompok masyarakat tertentu, dan Badan Otonom berbasis profesi dan kekhususan lainnya.

Jenis Badan Otonom berbasis usia dan kelompok masyarakat tertentu adalah:

(1) Muslimat Nahdlatul Ulama disingkat Muslimat NU untuk anggota perempuan Nahdlatul Ulama.

(2) Fatayat Nahdlatul Ulama disingkat Fatayat NU untuk anggota perempuan muda Nahdlatul Ulama berusia maksimal 40 (empat puluh) tahun.

(3) Gerakan Pemuda Ansor Nahdlatul Ulama disingkat GP Ansor NU untuk anggota laki-laki muda Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 40 (empat puluh) tahun.

(4) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama disingkat IPNU untuk pelajar dan santri laki-laki Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 30 (tiga puluh) tahun.

(5) Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama disingkat IPPNU untuk pelajar dan santri perempuan Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 30 (tiga puluh) tahun.

Badan Otonom berbasis profesi dan kekhususan lainnya:

(1) Jam'iyyah Ahli Thariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdliyyah untuk anggota Nahdlatul Ulama pengamal tharekat yang mu'tabar.

(2) Jam'iyyatul Qurra Wal Huffazh, untuk anggota Nahdlatul Ulama yang berprofesi Qori/Qoriah dan Hafizh/Hafizhah.

(3) Ikatan Sarjana Nahdlalul Ulama disingkat ISNU adalah Badan Otonom yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama pada kelompok sarjana dan kaum intelektual.

(4) Serikat Buruh Muslimin Indonesia disingkat SARBUMUSI untuk anggota Nahdlatul Ulama yang berprofesi sebagai buruh/karyawan/tenagakerja.

(5) Pagar Nusa untuk anggota Nahdlatul Ulama yang bergerak pada pengembangan seni bela diri.

(6) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama disingkat PERGUNU untuk anggota Nahdlatul Ulama yang berprofesi sebagai guru dan atau ustadz.

Sumber : http://www.nu.or.id/a,public-m,static-s,detail-lang,id-ids,1-id,16-t,badan+otonom-.phpx

Sejarah IPNU - IPPNU

Posted by Moh Abdurrouf, S.Pd.I Rabu, 09 Juli 2014 0 komentar
Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (disingkat IPNU) adalah badan otonom Nahldlatul Ulama yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan NU pada segmen pelajar dan santri putra.
IPNU didirikan di Semarang pada tanggal 20 Jumadil Akhir 1373 H/ 24 Pebruari 1954, yaitu pada Konbes LP Ma’arif NU. Pendiri IPNU adalah M. Shufyan Cholil (mahasiswa UGM), H. Musthafa (Solo), dan Abdul Ghony Farida (Semarang).
Ketua Umum Pertama IPNU adalah M. Tholhah Mansoer yang terpilih dalam Konferensi Segi Lima yang diselenggarakan di Solo pada 30 April-1 Mei 1954 dengan melibatkan perwakilan dari Yogyakarta, Semarang, Solo, Jombang, dan Kediri.
Pada tahun 1988, sebagai implikasi dari tekanan rezim Orde Baru, IPNU mengubah kepanjangannya menjadi Ikatan Putra Nahdlatul Ulama. Sejak saat itu, segmen garapan IPNU meluas pada komunitas remaja pada umumnya. Pada Kongres XIV di Surabaya pada tahun 2003, IPNU kembali mengubah kepanjangannya menjadi “Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama”. Sejak saat itu babak baru IPNU dimulai. Dengan keputusan itu, IPNU bertekad mengembalikan basisnya di sekolah dan pesantren.
Latar Belakang berdiri:
  1. Wadah perjuangan pelajar Nahdlatul Ulama dalam pendidikan dan kepelajaran.
  2. Wadah kaderisasi pelajar untuk mempersiapkan kader-kader penerus Nahdlatul Ulama dan pemimpin bangsa.
  3. Wadah penguatan pelajar dalam melaksanakan dan mengembangkan Islam ahlussunah wal-Jamaah untuk melanjutkan semangat, jiwa dan nilai-nilai nahdliyah.
  4. Wadah komunikasi pelajar untuk memperkokoh ukhuwah nahdliyah, islamiyah, insaniyah dan wathoniyah.

Pendiri IPNU, KH. Prof Mohammad Tolhah Mansoer

Posted by Moh Abdurrouf, S.Pd.I 0 komentar
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjrB9lI6OT2pr4eWyyNdphOMOtnLn_Ta9HjNjiacy6lim8z9rbLj005BgcMbV1wma3XzoMT6et4H4DtZKmfREBYookTzR9YrtyO_WSngDOQCJtRlOb3YlU2-RYrJhMvfdpUbwUfwElvwQQ/s1600/THOLHAH%252BMANSUR.jpgKH. Prof Mohammad Tolhah Mansoer (1930-1986), putra dari KH. Mansoer. Beliau lahir di Malang pada tanggal 10 September 1930. Istri beliau bernama Umroh Mahfudzah, putri dari KH. Wahab Chasbullah kemudian dikaruniai anak 3 laki-lali dan 4 perempuan. Beliau wafat pada 20 Oktober 1986 setelah dirawat di Rumah Sakit Sarjito karena penyakit jantung.
 Mengenai pendidikan beliau, beliau mengawali pendidikankanya di SR-NU pada tahun 1937, kemudian tahun 1945-1947 beliau lanjutkan ke SMP islam namun tidak sampai lulus. 1949 beliau melanjutkan pendidikannya di Taman Madya kemudian Taman Dewasa Raya (setara SLTA) selesai pada tahun 1951. Talhah melanjutkan ke jenjang perkuliahan pada tahun 1951 di Fakultas Hukum, Ekonomi, Sosial dan Budaya (HESP) Universitas Gadjah Mada, namun beliau berhenti kuliah pada tahun 1953. Kemudian pada 1959 beliau lanjutkan kuliah sampai mendapat gelar Sarjana Hukum pada 1964, kemudian di lanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi hingga mendapat gelar doctor dalam bidang Hukum ketatanegaraan di bawah bimbingan Prof. Dr. Abdul Ghaffar Pringgodigdo, dan berhasil memperhahankan desertasi dengan judul Pembahaasan Beberapa Aspek Tentang Kekuasaan Eksekutif Dan Legislatif Negara Indonesia.
Setelah menuntaskan kuliahnya Thalhah, selain sibuk dalam kegiatan organisasi beliau juga sibuk dalam mengajar di perguruan tinggi di IAIN sunan Kalijaga, beliau juga mengajar di IKIP Yogyakarta, IAIN Sunan Ampel dan Akademi Militer di Magelang. Beliau juga pernah menjadi Direktur Akademi Administrasi Niaga Negeri (1965-1975), menjadi Rektor Universitas Hasyim Asy’ari, Jombang (1970-1983), Rektor Perguruan Tinggi Imam Puro, Purworejo (1975-1983) serta menjadi Dekan Fak. Hukum Islam di Universitas Nahdlatul Ulam di Surakarta.
Mengenai kepesantrenan, Thalhah berasal dari keluarga yang hidupnya di pesantren, makanya selain beliau belajar dalam pendidikan-pendidikan formal beliau juga tidak meninggalkan atau tidak lupa akan pendidikan agama yang mana beliau peroleh dari pendidikan pesantren. Thalhah beliau pernah menimba ilmu di pesantren-pesantren besar di Indonesia. Antara lain pesantren Tebu Ireng Jombang, Pesantren Lasem Rembang dan pesantren lainnya. Tak jarang beliau juga mengikuti pesantren kilat atau modok “puasanan”.
Mantan Rektor Universitas Hasyim Asy’ari ini dalam perjalanan hidupnya juga aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial dan organisasi. Banyak organisai-organisasi yang pernah beliau ikuti dan hingga Akhirnya beliau juga dapat memprakarsai berdirinya sebuah Organisasi Pelajar  Nahdlatul Ulama IPNU bersama rekan-rekannya yang lain[1].
 Bakat kepemimpinan Thalhah telah tampak sejak usia remajanya. Ketika thalhah duduk di bangku SMP tahun 1945 dia sudah dipercaya untuk menjadi sekretaris umum Ikatan Murid Nahdlatul Ulama (IMNU) untuk wilayah Kota Malang dan pada waktu itu juga dia juga tercatat sebagai anggota Organisasi Putra Indonesia dan anggota pengurus Himpunan Putera Islam Malang. Di tahun yang sama Beliau juga menjabat sebagai sekretaris Barisan Sabilillah dan Sekretaris bagian penerangan Markas Oelama Djawa Timur.
Kegemarannya berorganisasi begitu tinggi, hingga pada tahun 1953 dia rela meninggalkan sementara kuliahnya guna mengembangkan kepekaannya terhadap kehidupan masyarakat dan juga menyalurkan bakat kepemimpinannya. Selama beliau berada di Djokdjakarta beliau pernah memegang jabatan sebagai ketua di Departeman Penerangan Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PII), dan juga pernah menjadi Ketua I Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) untuk wilayah Jogjakarta. Beliau pernah juga menjadi Wakil Ketua Panitia Kongres Persatuan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia.
Thalhah berhasil menorehkan sejarah ketika mencetuskan lahirnya organisasi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama’ (IPNU) dan gagasan tersebut disetujui pada acara Konferensi Ma’arif Nahdlatul Ulama di Semarang pada tanggal 20 jumadil akhir 1973 bertepatan dengan 24 pebruari 1954. Dan mulai saat itu Moh. Thalhah tercatat sebagai pendiri IPNU secara aklamasi dan ditunjuk sebagai ketua umum pertama organisasi ini dan terus terpilih menjadi ketua umum IPNU dalam rentetan tiga Muktamar, Muktamar I di Malang (1955), Muktamar II di pekalongan (1957) dan Muktamar III di Cirebon (1958). Dari organisasi yang dicetuskan Thalhah ini pula, kemudian lahir Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).

Sumber : http://ipnujatim.or.id/pendiri-ipnu-kh-prof-mohammad-tolhah-mansoer/

Struktur Organisasi Nahdlatul Ulama

Posted by Moh Abdurrouf, S.Pd.I 0 komentar
Struktur
  1. Pengurus Besar (tingkat Pusat)
  2. Pengurus Wilayah (tingkat Propinsi)
  3. Pengurus Cabang (tingkat Kabupaten/Kota)
  4. Majelis Wakil Cabang (tingkat Kecamatan)
  5. Pengurus Ranting (tingkat Desa/Kelurahan)
Untuk tingkat Pusat, Wilayah, Cabang, dan Majelis Wakil Cabang, setiap kepengurusan terdiri dari:
  1. Mustasyar (Penasehat)
  2. Syuriah (Pimpinan Tertinggi)
  3. Tanfidziyah (Pelaksana Harian)
Untuk tingkat Ranting, setiap kepengurusan terdiri dari:
  1. Syuriaah (Pimpinan tertinggi)
  2. Tanfidziyah (Pelaksana harian)

Tujuan Organisasi Nahdlatul Ulama

Posted by Moh Abdurrouf, S.Pd.I 0 komentar
Tujuan Organisasi
Tujuan Organisasi
Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah Wal Jama'ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Usaha Organisasi
  1. Di bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.
  2. Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas.
  3. Di bidang sosial-budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai ke-Islaman dan kemanusiaan.
  4. Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.
  5. Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

Basis Pendukung Nahdlatul Ulama

Posted by Moh Abdurrouf, S.Pd.I 0 komentar
Basis Pendukung
Jumlah warga Nahdlatul Ulama (NU) atau basis pendukungnya diperkirakan mencapai lebih dari 40 juta orang, dari beragam profesi. Sebagian besar dari mereka adalah rakyat jelata, baik di kota maupun di desa. Mereka memiliki kohesifitas yang tinggi karena secara sosial-ekonomi memiliki masalah yang sama, selain itu mereka juga sangat menjiwai ajaran Ahlusunnah Wal Jamaah. Pada umumnya mereka memiliki ikatan cukup kuat dengan dunia pesantren yang merupakan pusat pendidikan rakyat dan cagar budaya NU.
Basis pendukung NU ini mengalami pergeseran, sejalan dengan pembangunan dan perkembangan industrialisasi. Warga NU di desa banyak yang bermigrasi ke kota memasuki sektor industri. Jika selama ini basis NU lebih kuat di sektor pertanian di pedesaan, maka saat ini, pada sektor perburuhan di perkotaan, juga cukup dominan. Demikian juga dengan terbukanya sistem pendidikan, basis intelektual dalam NU juga semakin meluas, sejalan dengan cepatnya mobilitas sosial yang terjadi selama ini.

Sikap Kemasyarakatan Nahdlatul Ulama

Posted by Moh Abdurrouf, S.Pd.I 0 komentar
Sikap Kemasyarakatan
Nahdlatul Ulama (NU) menganut paham Ahlussunah Wal Jama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli(skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya Al-Qur'an, Sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu, seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fikih mengikuti empat Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
Gagasan kembali ke Khittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskan kembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil membangkitkan kembali gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.

Paham Keagamaan Nahdlatul Ulama

Posted by Moh Abdurrouf, S.Pd.I 0 komentar
Paham Keagamaan
Nahdlatul Ulama (NU) menganut paham Ahlussunah Wal Jama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli(skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya Al-Qur'an, Sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu, seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fikih mengikuti empat madzhab; Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
Gagasan kembali ke khittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskan kembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil membangkitkan kembali gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.

Sejarah Nahdlatul Ulama

Posted by Moh Abdurrouf, S.Pd.I 0 komentar
Sejarah
Keterbelakangan, baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan Kebangkitan Nasional. Semangat kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana--setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain, sebagai jawabannya,  muncullah berbagai organisai pendidikan dan pembebasan.
Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme, merespon Kebangkitan Nasional tersebut  dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatut Wathan(Kebangkitan Tanah Air) 1916. Kemudian tahun 1918 didirikanTaswirul Afkar atau dikenal juga dengan Nahdlatul Fikri(Kebangkitan Pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar, (Pergerakan Kaum Sudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagi kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Ketika Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab wahabi di Mekah, serta hendak menghancurkan semua peninggalan sejarah Islam maupun pra-Islam, yang selama ini banyak diziarahi karena dianggap bi'dah. Gagasan kaum wahabi tersebut mendapat sambutan hangat dari kaum modernis di Indonesia, baik kalangan Muhammadiyah di bawah pimpinan Ahmad Dahlan, maupun PSII di bahwah pimpinan H.O.S. Tjokroaminoto. Sebaliknya, kalangan pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak pembatasan bermadzhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut.
Sikapnya yang berbeda, kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota Kongres Al Islam di Yogyakarta 1925, akibatnya kalangan pesantren juga tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu'tamar 'Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekah yang akan mengesahkan keputusan tersebut.
Didorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebsan bermadzhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri yang dinamai denganKomite Hejaz, yang diketuai oleh KH. Wahab Hasbullah.
Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya hingga saat ini di Mekah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan madzhab mereka masing-masing. Itulah peran internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermadzhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah serta peradaban yang sangat berharga.
Berangkat dari komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kiai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernamaNahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy'ari sebagi Rais Akbar.
Untuk menegaskan prisip dasar orgasnisai ini, maka KH. Hasyim Asy'ari merumuskan Kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam Khittah NU , yang dijadikan dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.

Serba - Serbi