Perawatan Tubuh; Anjuran & Batasannya Dalam Syari’at Islam

Posted by Unknown Selasa, 23 September 2014 2 komentar
Pendahuluan

Secara umum merawat tubuh agar penampilan menjadi menarik adalah hal yang dianjurkan oleh agama, namun ajaran agama tetap memberikan tuntunan mengenai cara berhias dan juga memberikan  batasan-batasan dalam agar hal tersebut tidak merubah penciptaan Allah, tidak keluar dari sunnatullah dan agar seorang muslim tidak menyerupai orang-orang yang dimurkai Allah.

Dalam artikel ini akan kami uraikan secara singkat mengenai sebagian hukum-hukum agama seputar perawatan tubuh yang bertujuan untuk memperindah penampilan agar menjadikan acuan bagi setiap muslim dalam berhias.

A. Perawatan Rambut

1. Anjuran merawat rambut
Merawat rambut dengan cara menyisir dan memakai minyak rambut hukumnya sunat, namun hal tersebut hendaknya dilakukan sebatas kebutuhan dan tidak dilakukan secara berlebihan  . Para ulama’ menyatakan bahwa terlalu menyibukkan diri dengan urusan menyisir rambut hukumnya makruh, sebab hal tersebut merupakan sikap bermewah-mewahan yang dilarang agama dan juga kebiasan orang-orang yang cinta dunia (hubbud dunya)  .

2. Menyemir rambut

Menyemir uban hukumnya sunah asalkan yang dipakai bukan semir yang berwarna hitam  , jika yang dipakai adalah warna merah maka hukumnya haram kecuali bagi orang yang sedang berperang. Mayoritas ulama’ menyatakan bahwa keharaman menyemir dengan warna hitam ini berlaku bagi laki-laki dan perempuan, namun menurut sebagian ulama’ lainnya diperbolehkan bagi seorang wanita untuk menyemir rambut dengan warna hitam asalkan dilakukan dilakukan untuk berhias diri didepan suaminya  .

3. Mencabut Uban

Mencabut uban, baik uban yang ada pada rambut maupun jenggot, bahkan menurut sebagian ulama’ hukumnya haram  .

4. Mencukur habis rambut

Pada dasarnya mencukur habis rambut hukumnya diperbolehkan, dan hukum ini berubah tergantung keadaan orangnya, apabila seseorang kesulitan merawat rambutnya disunahkan untuk digunduli, dan apabila ia tidak kesulitan maka disunahkan untuk membiarkannya  .

5. Memanjangkan rambut bagi lelaki

Memanjangkan rambut bagi lelaki hukumnya diperbolehkan, sebab Rasulullah sendiri rambutnya panjang sampai telinga dan terkadang sampai bahu  . Hanya saja, karena hal – hal seperti ini termasuk dalam kategori sunan ‘adah (segala sesuatu yang dikerjakan nabi karena merupakan kebiasaan orang arab dimasa itu), maka hal ini boleh dikerjakan dan juga ditinggalkan.

Diperbolehkannya memanjangkan rambut bagi laki–laki asal  tidak dilakukan dengan cara yang menyerupai wanita atau kebiasaan orang – orang fasiq, jadi apabila menyerupai wanita atau orang – orang fasiq maka tidak diperbolehkan.

6. Mencukur sebagian rambut (Qoza’)

Para ulama’ telah sepakat mengenai kemakruhan qoza’, yaitu mencukur sebagian rambut dan membiarkan rambut dibagian lainnya  . Alasan pelarangan qoza’ adalah karena tindakan ini akan memperburuk penampilan, dan hal ini merupakan kebiasaan orang-orang fasik dan kaum yahudi  .

7. Menyambung rambut

Hukum menyambung rambut diperinci sebagai berikut :

a) Apabila yang dipakai untuk menyambung rambut berupa rambut manusia maka semua ulama’ sepakat mengenai keharamannya, baik yang dipakai adalah rambut laki-laki atau wanita, dan baik yang dipakai rambut orang yang masih memiliki hubungan mahrom atau tidak.

b) Apabila yang dipakai bukan rambut manusia, maka :

• Jika yang digunakan adalah rambut yang najis, yaitu rambut bangkai atau rambut hewan yang tidak boleh dikonsumsi ketika terpisah dari tubuhnya, maka hukumnya juga haram.

 Dua ketentuan hukum diatas berlaku secara umum bagi laki-laki maupun wanita, baik sudah menikah atau masih belum menikah.

• Jika yang digunakan adalah rambut yang suci dari selain manusia, maka apabila wanita yang melakukannya belum menikah, maka hukumnya juga haram, sedangkan apabila ia telah menikah, maka ia boleh menyambung rambutnya dengan seizin suaminya, dan jika ia melakukannya tanpa mendapat izin suaminya maka hukumnya haram  .

c) Apabila yang dipakai untuk menyambung rambut berupa benang atau benda-benda lain yang tidak menyerupai rambut maka hukumnya diperbolehkan  .

B. Perawatan Wajah

1. Memakai Celak

Memakai celak pada mata hukumnya sunah, dan disunahkan untuk dilakukan tiga kali pada mata kanan dan mata kiri, dan disunahkan untuk menggunakan celak itsmid  . Secara khusus disunahkan memakai celak sebelum tidur, diantara manfaatnya adalah untuk mempertajam penglihatan  .

2. Mencukur Alis

Mencukur bulu alis merupakan satu tindakan yang diharakan dalam agama, hanya saja bagi wanita yang telah bersuami diperbolehkan melakukannya jika mendapat izin dari suaminya dengan tujuan mempercantik penampilan didepan suaminya  .

3. Memangkas Kumis

Memangkas kumis hukumnya sunah, sedangkan batasan kumis yang disunahkan untuk dipangkas adalah sampai terlihat bibir bagian atas yang tertutup kumis  .

4. Mencukur Jenggot
Para ulama’ berbeda pendapat mengenai hukum mencukur jenggot, sebagain menyatakan bahwa hukumnya makruh, dan sebagian lainnya menyatakan bahwa hukumnya haram  .

Sedangkan apabila tumbuh kumis, jenggot dan bulu dibawah bibir pada wanita, maka diperbolehkan mencukur dan membersihkannya, bahkan hal tersebut disunahkan, dan hal ini tidak termasuk dalam namsh (mencukur bulu wajah) yang dilarang  .

C. Perawatan Kuku

1. Memotong Kuku

Para ulama' sepakat bahwa memotong kuku yang melebihi ujung jari hukumnya sunat bagi laki-laki dan perempuan, baik kuku kaki atau tangan. Sedangkan waktu pemotongan  kuku adalah ketika kuku sudah panjang, selain itu disunahkan pula untuk memotong kuku seminggu sekali dan dikerkajan pada hari jum’at, senin atau kamis. Dan hendaknya kuku dipotong sebelum 40 hari.

Mengenai cara memotong kuku, untuk kuku tangan dimulai dari jari telunjuk tangan kanan berurutan sampai kelingking lalu ibu jari, setelah itu untuk jari-jari tangan kanan dimulai dari jari kelingking sampai ibu jari. Sedangkan untuk kaki dimulai dari kari kelingking kaki kanan sampai jari kelingking kaki kiri  .

2. Mengubur Potongan Kuku

Kuku yang telah terpotong disunahkan untuk dikuburkan, karena potongan kuku dan rambut tersebut adalah bagian dari tubuh manusia, sebagaimana manusia yang telah mati dimuliakan dengan dikuburkan mayitnya begitu juga bagian tubuh yang terpisah juga dimuliakan dengan cara dikuburkan  . Tujuan lain dari mengubur kuku adalah agar kuku yang terpotong tersebut tidak dimanfaatkan oleh para penyihir untuk mencelakakan manusia  .

3. Mengecat Kuku

Mengecat kuku merupakan salah satu cara wanita untuk memperindah penampilan, dan hal ini boleh-boleh saja, namun hendaknya tidak mengecat kuku dengan cat buku yang dapat menghalangi sampainya air pada kuku, sebab kuku adalah bagian tubuh yang wajib dibasuh ketika wudhu dan mandi besar  . 

AL-QUR'AN & SAINS; MENGGALI ILMU PENGETAHUAN DARI AL-QUR’AN

Posted by Unknown Rabu, 17 September 2014 0 komentar
Pendahuluan
Dalam banyak ayat, Allah memerintahkan manusia untuk berpikir mengenai hal-hal yang akan menambahkan keimanan seorang muslim. seperti berpikir tentang penciptaan manusia dan alam semesta. Allah berfirman:

وَفِي أَنْفُسِكُمْ أَفَلَا تُبْصِرُونَ

“Dan pada dirimu sendiri, maka apakah kamu tidak memperhatikan?” (QS. Adz-Dzariyat : 21).

أَوَلَمْ يَنْظُرُوا فِي مَلَكُوتِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا خَلَقَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ وَأَنْ عَسَى أَنْ يَكُونَ قَدِ اقْتَرَبَ أَجَلُهُمْ فَبِأَيِّ حَدِيثٍ بَعْدَهُ يُؤْمِنُونَ

“Dan Apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka?” (QS. Al-A’rof : 185).

سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الْآفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar.” (QS. Fushshilat : 53).

Selain itu, dalam satu ayat, Allah telah menjelaskan bahwa Al-Qur’an diturunkan untuk menjelaskan semua hal, sebagaimana firman-Nya:

وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ

“Dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS. An-Nahl : 89).

Syekh Al-Mursi mengatakan bahwa Al-Qur'an mencakup ilmu-ilmu umat terdahulu dan yang akan datang kemudian, hingga tak ada satupun ilmu kecuali telah disinggung dalam Al-Qur'an... diantaranya adalah ilmu kedokteran, ilmu bumi, ilmu arsitektur, matematika, ilmu astronomi, dll. 

Karena itulah, sudah sepatutnya bagi umat islam untuk terus menggali kandungan-kandungan ilmu dalam kitab suci Al-Qur’an yang menjadi pegangan utama dan juga sumber ilmu bagi kaum muslimin.

1. Proses Penciptaan Manusia

إِنَّا خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا بَصِيرًا

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur” (QS. Al-Insan : 2)

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ (12) ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ (13) ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ (14)

“Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.” (QS. Al-Mu’minun : 12 - 14).

الَّذِي أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ وَبَدَأَ خَلْقَ الْإِنْسَانِ مِنْ طِينٍ (7) ثُمَّ جَعَلَ نَسْلَهُ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ (8) ثُمَّ سَوَّاهُ وَنَفَخَ فِيهِ مِنْ رُوحِهِ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ قَلِيلًا مَا تَشْكُرُونَ (9)

“Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina. Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” (QS. As-Sajdah : 7 - 9).

Tahapan Proses Terciptanya Manusia:
- Bercampurnya mani.                             -  Segumpal daging.                             - Pembentukan bayi.
- Segumpal darah.                                    -  Tumbuhnya tulang.                          -  Peniupan ruh  .

Menurut Dr. Moore, ilustrasi tentang fetus (embrio yang telah berkembang) di dalam uretus (peranakan) baru mun¬cul pertama kali pada abad ke-15 M oleh Leonardo da Vinci. Padahal jauh sebe¬lum itu, pada abad ke-2, Gallen pernah menggambarkan ihwal plasenta dan selaput-selaput janin dalam buku On the Formation of the Foetus, namun jauh berbeda dengan yang diuraikan pada abad ke-7 M. Kala itu para ahli kedok¬ter¬an telah mengetahui bahwa embrio manusia berkembang dalam uterus. Te¬tapi tidak seorang pun yang mengetahui bahwa perkembangan tersebut berlang¬sung secara bertahap. Malah pada abad ke-15 pun belum didiskusikan, apalagi di-gambarkan. Setelah mikroskop di¬temu¬kan oleh Leeuwenhook pada abad ke-11, barulah uraian tentang tahapan-tahapan permulaan embrio ayam mulai diselidiki para ahli. Pengetahuan mengenai pentahapan embrio manusia tidak terbayangkan hing¬ga abad ke-20 ketika Streetes (1941) dan O’Rahilly (1972) pertama kali mengembangkan sistem pentahapan  .

2. Penggantian Kulit Yang Terbakar

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِنَا سَوْفَ نُصْلِيهِمْ نَارًا كُلَّمَا نَضِجَتْ جُلُودُهُمْ بَدَّلْنَاهُمْ جُلُودًا غَيْرَهَا لِيَذُوقُوا الْعَذَابَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَزِيزًا حَكِيمًا

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa’ : 56)

Keith Moore, seorang ahli Embriologi terkemuka dari Kanada menjelaskan bahwa luka bakar yang cukup dalam tidak menimbulkan sakit karena ujung-ujung syaraf sensorik sudah hilang. Ditinjau secara anatomi lapisan kulit kita terdiri atas 3 lapisan global yaitu; Epidermis, Dermis, dan Sub Cutis. Pada lapisan Sub Cutis banyak mengandung ujung-ujung pembuluh darah dan syaraf. Pada saat terjadi Combustio grade III (luka bakar yang telah menembus sub cutis) salah satu tandanya yaitu hilangnya rasa nyeri dari pasien. Hal ini disebabkan karena sudah tidak berfungsinya ujung-ujung serabut syaraf afferent dan efferent yang mengatur sensasi persefsi. Itulah sebabnya Allah menumbuhkan kembali kulit yang rusak pada saat ia menyiksa hambaNya yang kafir supaya hambaNya tersebut dapat merasakan pedihnya azab Allah tersebut  .

3. Awal Penciptaan Langit dan Bumi

أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ

“Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?” (QS. Al-Anbiya’ : 30).

Pemisahan alam semesta ini secara ilmiah dikenal dengan "teori big bang (ledakan dahsyat)". Teori ini secara bertahap dikembangkan oleh Vesto Slipher (tahun 1912),  Alexander Friedmann (tahun 1921), Edwin Hubble (tahun 1924), dan Lemaître (tahun 1931). Istilah "Big Bang" dicetuskan oleh Fred Hoyle dalam suatu siaran radio BBC pada bulan Maret 1949 

Menurut teori ini, alam semesta yang kita huni berawal dari sebuah ledakan raksasa yang terkenal dengan istilah "Dentuman Besar (Big Bang)" dan mengembang hingga menjadi bentuk dan dimensinya seperti ini. Atom-atom yang terpencar "secara acak" berkumpul pada tempat-tempat tertentu dan bergabung membentuk bintang-bintang, berbagai tata surya, dan galaksi. Seorang ahli astrofisika bernama Alan Sandage mengatakan: "Saya menganggapnya sangat tidak mungkin keteraturan semacam ini muncul dari kekacauan. Pastilah ada sebentuk prinsip pengorganisasian. Tuhan, bagiku merupakan penjelasan bagi keajaiban ini." 

4. Perluasan/Mengembangnya Alam Semesta

وَالسَّمَاءَ بَنَيْنَاهَا بِأَيْدٍ وَإِنَّا لَمُوسِعُونَ

“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan Sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa.”  (QS. Adz-Dzariyat : 47)

Pada awal abad ke-20, fisikawan Rusia, Alexander Friedmann, dan ahli kosmologi Belgia, George Lemaitre, secara teoritis menghitung dan menemukan bahwa alam semesta senantiasa bergerak dan mengembang. Fakta ini dibuktikan juga dengan menggunakan data pengamatan pada tahun 1929. Ketika mengamati langit dengan teleskop, Edwin Hubble, seorang astronom Amerika, menemukan bahwa bintang-bintang dan galaksi terus bergerak saling menjauhi. Sebuah alam semesta, di mana segala sesuatunya terus bergerak menjauhi satu sama lain, berarti bahwa alam semesta tersebut terus-menerus "mengembang". Pengamatan yang dilakukan di tahun-tahun berikutnya memperkokoh fakta bahwa alam semesta terus mengembang  .

5. Pergerakan Lapisan Bumi Yang Ditahan Oleh Gunung

وَتَرَى الْجِبَالَ تَحْسَبُهَا جَامِدَةً وَهِيَ تَمُرُّ مَرَّ السَّحَابِ صُنْعَ اللَّهِ الَّذِي أَتْقَنَ كُلَّ شَيْءٍ إِنَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَفْعَلُونَ

“Dan kamu Lihat gunung-gunung itu, kamu sangka Dia tetap di tempatnya, Padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Naml : 88).

Pergerakan lapisan bumi pertama kali dicetuskan oleh Alfred Wegener, ahli tektoik geofisika dan meteorologi Jerman, pada tahun 1921 dengan istilah "continental drift" (Pergerakan lempeng benua).  Teori ini kemudian dibuktikan dan dikukuhkan oleh pakar geologi AS bernama Harry Hess yang menemukan rangkaian gunung api di bawah samusera atlantik (mid ocean ridge) pada tahun 1953 dan dipublikasikan  pada tahun 1960. Disebutkan, semburan magma di sepanjang patahan di dasar laut, mendesak lempengen tektonik sejauh beberapa sentimeter per tahunnya  .

وَجَعَلْنَا فِي الْأَرْضِ رَوَاسِيَ أَنْ تَمِيدَ بِهِمْ وَجَعَلْنَا فِيهَا فِجَاجًا سُبُلًا لَعَلَّهُمْ يَهْتَدُونَ

“Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) goncang bersama mereka.” (QS. Al-Anbiya’ : 31)

Gunung-gunung memaku lempengan ke kerak bumi bersama dengan meluaskan di atas dan di bawah permukaan bumi pada titik temu lempengan ini. Dengan cara ini, ia memakukan kerak bumi dan mencegahnya dari bergerak di atas lapisan magma, atau diantara lempeng-lempeng itu. Fungsi mematok dari gunung ini digambarkan dalam literatur ilmiah (geologi) dengan istilah "isotasi"  .

6. Pertemuan 2 Jenis Air

مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيَانِ (19) بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لَا يَبْغِيَانِ (20

“Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu. Diantara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing.” (QS. Ar-Rohman : 19 - 20)

وَهُوَ الَّذِي مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ هَذَا عَذْبٌ فُرَاتٌ وَهَذَا مِلْحٌ أُجَاجٌ وَجَعَلَ بَيْنَهُمَا بَرْزَخًا وَحِجْرًا مَحْجُورًا

“Dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.” (QS. Al-Furqon : 53)

Seorang ahli kelautan bernama Jacques Yves Costeau melakukan penelitian di dasar laut untuk Discovery Channel. Ia menelurusi fenomena bawah laut di Cenota Angelita, Mexico. Saat melakukan penyelaman, ia dikejutkan dengan sebuah fenomena alam yang luar biasa. Dia menemukan air tawar di antara air laut yang asin. Penemuan itu membuatnya takjub.  Bagaimana mungkin air tawar bisa berada terpisah dalam air laut yang asin? Tetapi itulah kenyataan yang dia temukan di dalam laut.

Rasa ingin tahunya yang besar membuat Costeau kembali menyelam lebih dalam lagi. Ia menyaksikan fenomena alam yang lebih mengejutkan lagi. Betapa tidak. Ia melihat ada sungai di dasar lautan. Sungai di bawah laut itu ditumbuhi daun-daunan dan pohon. Para peneliti menyebut fenomena itu sebagai lapisan Hidrogen Sulfida  .

Referensi Untuk Menambah Wawasan

A. Situs-Situs Tentang Al-Qur'an & Sains:

1. Bahasa Indonesia
http://www.keajaibanalquran.com/
http://kaheel7.com/id/

2. Bahasa Arab
http://www.al-i3jaz.com/
http://www.kaheel7.com/ar/
http://quran-m.com/
http://www.eajaz.org/
http://fussilat.org/
 http://www.i3gaz.com/
http://www.elnaggarzr.com/

3. Bahasa Inggris
http://www.miraclesofthequran.com/
http://www.quranmiracles.com/
http://www.19miracle.org/
www.quranandscience.com

B.Buku-Buku Tentang Al-Qur'an & Sains:

1. Bahasa Indonesia
Buku-Buku Harun Yahya
(Bisa diakses disitusnya: http://id.harunyahya.com/)

2. Bahasa Arab
Tafsir Fakhrurrozi (32 jld), karya Imam Ar-Rozi
Tafsir Al-Jawahir (24 jld), karya Syekh Thonthowi Jauhari
Tafsir Al-Ayat Al-Kauniyah (4 jld), karya Dr. Zaghlul An-Najjar
Al-Mausu'ah Al-Kauniyah Al-Kubro (20 jld), karya Dr. Mahir Ahmad Ash-Shoufi

3. Bahasa Inggris:
The Bible, the Quran and Science, karya Dr. Maurice Bucaille (Diterjemahkan dari buku berbahasa perancis, La Bible, le Coran et la Science, yang terbit tahun 1976).

PELESTARIAN LINGKUNGAN DALAM ISLAM

Posted by Unknown 1 komentar
Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin yang memberikan tuntunan bagi pemeluknya dalam segala aspek kehidupan, bukan hanya tuntunan dalam hubungan antar manusia tapi juga tuntunan dalam berinteraksi dengan lingkungan. Dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa manusia diposisikan sebagai seorang “Khalifah di bumi”, sebagaimana dituturkan dalam beberapa ayat, diantaranya dalam firman Allah:

وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلَائِفَ الْأَرْضِ

“Dan Dia lah yang menjadikan kalian sebagai para penguasa di bumi.” (QS. Al-An’am : 165)  .

Sebagai khalifah dibumi, manusia diberikan tanggung jawab untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup dibumi. Yang dimaksud dengan dengan lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain .

Dalam artikel ini, akan diulas sedikit tentang beberapa tuntunan agama Islam yang ditetapkan untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup agar kita mengetahui besarnya peran ajaran-ajaran agama islam dalam hal ini dan juga agar kita dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

1. Anjuran Menjaga Kebersihan Lingkungan

Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda;

عُرِضَتْ عَلَيَّ أَعْمَالُ أُمَّتِي حَسَنُهَا وَسَيِّئُهَا فَوَجَدْتُ فِي مَحَاسِنِ أَعْمَالِهَا الْأَذَى يُمَاطُ عَنِ الطَّرِيقِ

"Semua amalan umatku ditampakkan kepadaku baik dan buruknya. Aku dapatkan di antara amal kebajikan adalah menghilangkan bahaya dari jalanan." (Shahih Muslim, no. 553).

Maksud kata أذى dalam hadits tersebut adalah segala hal yang membahayakan atau mengganggu orang yang lewat, baik itu berupa duri, batu, kotoran dan hal-hal lainnya, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi  . Secara lebih luas hadits diatas bisa dipahami bahwa kita dianjurkan untuk menjaga lingkungan agar selalu bersih, terutama tempat-tempat yang biasa dilewati banyak orang.

2. Larangan Mencemari Lingkungan

Diantara adab seorang muslim ketika buang air adalah tidak melakukannya ditempat yang biasa dilewati orang dan ditempat yang biasanya digunakan untuk berteduh, berdasarkan hadits;

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «اتَّقُوا اللَّعَّانَيْنِ» قَالُوا: وَمَا اللَّعَّانَانِ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ: «الَّذِي يَتَخَلَّى فِي طَرِيقِ النَّاسِ أَوْ فِي ظِلِّهِمْ

"Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jauhilah dua perilaku terlaknat”, para sahabat bertanya, “Apa dua perkara terlaknat tersebut wahai Rasulullah?”, beliau menjawab, “buang kotoran di  jalan, dan di bawah naungan pohon." (Shahih Muslim, no. 269)  .

Imam Nawawi menjelaskan bahwa pelarangan buang air di tempat yang biasa dilewati orang dan dan ditempat yang digunakan tempat berkumpul tersebut dikarenakan hal tersebut akan mengganggu banyak orang, selain memungkin orang yang lewat atau berkumpul disitu terkena najis, juga terganggu dengan bau yang ditimbulkan dan menjijikkan  .  Berdasarkan hadits dapat dipahami bahwa kita dilarang mencemari lingkungan sekitar, terutama tempat-tempat yang biasa dilewati orang banyak atau dijadikan tempat berkumpul.

3. Anjuran Menanam Pohon

Dalam satu hadits diriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda;

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيمَةٌ إِلَّا كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ

“Tidaklah seorang Muslim menanam tanaman atau menabur benih, lalu memakan dari hasil tanamannya ; burung, manusia atau binatang melainkan Allah mencatat dari apa yang telah dimakan tadi sebagai sedekah baginya.” (Shahih Bukhari no. 2195 dan Shahih Muslim no. 1553).

Imam Nawawi dalam kitab Syarah Shahih Muslim menuturkan bahwa hadits ini menjelaskan tentang keutamaan menanam pohon dan bercocok tanam, dan bahwasanya pahala orang yang mengerjakannya akan terus mengalir selama pohon dan tanaman tersebut masih hidup dan berkembang biak hingga hari kiamat.

Dalam Tafsir al-Munir dijelaskan bahwa penggunaan kata “memakan” bisa mencakup segala bentuk pemanfaatan  , jadi hadits diatas secara luas dapat diartikan “dimanfaatkan”, artinya orang yang menanam pohon akan mendapat pahala selama pohon tersebut masih dapat dimanfaatkan oleh makhluk hidup.

Begitu pentingnya hal ini, sampai para ulama’ menetapkan bahwa bercocok tanam dan menanam pohon hukumnya fardhu kifayah, dan pemerintah wajib memerintahkan rakyatnya untuk mengerjakannya, sebagaimana dituturkan oleh Imam Qurthubi dalam Tafsir-nya .

4. Larangan Menebang Pohon Sembarangan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda;

مَنْ قَطَعَ سِدْرَةً صَوْبَ اللهُ رَأْسَهُ فِي النَّارِ

“Barangsiapa menebang pohon bidara maka Allah akan membenamkan kepalanya ke dalam api neraka.” (Sunan Abu Dawud, no. 5239)

Imam Abu Dawud ketika ditanya tentang maksud hadits diatas menjelaskan bahwa maksud dari hadits ini adalah barangsiapa menebang pohon bidara di padang sahara yang tandus dengan sia-sia & zhalim; padahal pohon itu adalah tempat untuk berteduh para musafir dan hewan-hewan ternak, maka Allah akan membenamkan kepalanya di neraka  .

Hadits diatas merupakan tuntutan bagi kita untuk menjaga kelestarian pepohonan yang memiliki manfaat besar bagi lingkungan, karena itu kita dilarang menebang pohon sembarangan kecuali dengan kadar dan perhitungan yang baik, dan sebisa mungkin menanam pohon lain sebagai penggantinya .

5. Larangan Berlebihan Dalam Menggunakan Air

Salah satu cara paling efektif untuk menjaga ketersediaan air adalah dengan cara menggunakan air secukupnya dan tak berlebihan dalam menggunakan air, sebab isrof (berlebihan) merupakan perilaku tercela, termasuk dalam menggunakan air. Allah berfirman;

وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

“Dan janganlah berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’rof : 31)

Rasulullah bersabda;

سَيَكُونُ فِي هَذِهِ الْأُمَّةِ قَوْمٌ يَعْتَدُونَ فِي الطَّهُورِ وَالدُّعَاءِ

“Akan ada satu kaum dalam umat ini yang berlebihan dalam bersuci dan berdo’a.” (Sunan Abu Dawud, no. 96)

Semua ulama’ juga telah sepakat bahwa berlebihan dalam menggunakan air tidak diperbolehkan meskipun ia berada dipinggir laut, mereka mendasarkan pendapat tersebut pada hadits Nabi;

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِي أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِسَعْدٍ وَهُوَ يَتَوَضَّأُ فَقَالَ: " مَا هَذَا السَّرَفُ يَا سَعْدُ " قَالَ: أَفِي الْوُضُوءِ سَرَفٌ قَالَ: " نَعَمْ وَإِنْ كُنْتَ عَلَى نَهْرٍ جَارٍ ".

“Dari Abdullah bin ‘Amrbin ‘Ash bahwasanya Rasulullah SAW berjalan melewati Sa'd yang sedang berwudhu' dan menegurnya, "Kenapa kamu boros memakai air?". Sa'ad balik bertanya, "Apakah untuk wudhu' pun tidak boleh boros?". Beliau SAW menjawab,"Ya, tidak boleh boros meski pun kamu berwudhu di sungai yang mengalir.” (Musnad Ahmad, no. 7065) .

6. Larangan Buang Air Ditempat Air Tergenang

Para fuqoha’ (pakar ilmu fiqih) dalam kitab-kitab fiqih karya mereka menjelaskan bahwa salah satu adab seorang muslim ketika buang air adalah tidak buang air ditempat air tergenag. Imam Nawawi menyatakan bahwa buang air (kencing dan berak) ditempat air tergenang hukumnya haram. Ketetapan tersebut didasarkan pada hadits;

عَنْ جَابِرٍ: «عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ نَهَى أَنْ يُبَالَ فِي الْمَاءِ الرَّاكِدِ»

“Dari Jabir, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwasanya beliau melarang kencing dalam air tergenang.” (Shahih Muslim, no. 281)

Meski redaksi pada hadits diatas hanya melarang kencing ditempat tersebut, namun para ulama’ mengqiyaskan (menyamakan) buang air besar dengan kencing, karena efeknya jauh lebih besar (qiyas aula) .

7. Larangan Membunuh Hewan Semena-mena

Imam Nasa’i dalam Sunan-nya meriwayatkan satu hadits dari Tsarid radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda;

مَنْ قَتَلَ عُصْفُورًا عَبَثًا عَجَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَقُولُ يَا رَبِّ إِنَّ فُلَانًا قَتَلَنِي عَبَثًا وَلَمْ يَقْتُلْنِي لِمَنْفَعَةٍ

“Barang siapa membunuh satu ekor burung dengan sia-sia ia akan datang menghadap Allah SWT di hari kiamat dan melapor: “Wahai Tuhanku, sesungguhnya si fulan telah membunuhku sia-sia, tidak karena untuk diambil manfaatnya”. (Sunan Nasa’i, no. 4446).

Hadits di atas secara jelas menegaskan larangan pembunuhan satwa tanpa tujuan yang dibenarkan secara syar’i  . Karena itulah apabila ada orang yang hendak melakukannya kita wajib mencegahnya, sebagaimana dijelaskan oleh Imam al-Syarbainy dalam kitab Mughni al-Muhtaj:

أَمَّا مَا فِيهِ رُوحٌ فَيَجِبُ الدَّفْعُ عَنْهُ إذَا قُصِدَ إتْلَافُهُ مَا لَمْ يَخْشَ عَلَى نَفْسِهِ أَوْ بُضْعٌ لِحُرْمَةِ الرُّوحِ حَتَّى لَوْ رَأَى أَجْنَبِيٌّ شَخْصًا يُتْلِفُ حَيَوَانَ نَفْسِهِ إتْلَافًا مُحَرَّمًا وَجَبَ عَلَيْهِ دَفْعُهُ

“Adapun hewan  yang memiliki ruh, maka wajib untuk melindunginya  apabila ada yang hendak memunahkannya, sepanjang tidak ada kekhawatiran atas diriny, hal tersebut dilakukan  karena mulianya ruh. Bahkan seandainya ada seseorang yang melihat pemilik hewan memunahkan hewan miliknya dengan pemunahan yang diharamkan, maka (orang yang melihat tadi) wajib memberikan perlindungan.” 

Selain sebagai bentuk kasih sayang pada binatang, ketentuan hukum diatas merupakan salah satu upaya untuk mencegah binatang dari kepunahan.

Daftar Pustaka
1. Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an (Tafsir al-Qurthubi), Imam Muhammad bin Ahmad al-Qurthubi, Dar al-Kutb al-Mishriyah, kairo, Cet. II.
2. Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Manhaj wa al-Hayah, Syekh Dr. Wahabah az-Zuhaily, Dar al-Fikr al-Mu’ashir, Damaskus, Cet. II.
3. Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim bin al-Hajjaj, Imam Yahya bin Syarof an-Nawawi, Dar Ihya’ at-Turots al-‘Arobi, Beirut, Cet. II.
4. Aunul Ma’bud Syarah Sunan Abu Dawud, Syekh Muhammad Asyrof bin Amir al-Adhimabadi, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, Beirut, Cet. II.
5. Adz-Dzari’ah Ila Makarim asy-Syari’ah, Syekh Al-Husain bin Muhammad, ar-Roghib al-Ashfihani, Darussalam, Kairo.
6. Mughni al-Muhtaj Syarah al-Minhaj, Syekh Muhammad bin Ahmad al-Khothib asy-Syarbini, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, Beirut, Cet. I.
7. Al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab asy-Syafi’i, Syekh Musthofa Dib al-Bugho dkk. Dar al-Qolam, Damaskus, Cet. IV.
8. Fatwa MUI No.  04  tahun 2014 tentang pelestarian satwa langka untuk menjaga keseimbangan ekosistem.
9. Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

SEJARAH AL-QUR’AN; DARI PENURUNAN WAHYU HINGGA PEMBUKUAN

Posted by Unknown 0 komentar
Pengertian Al-Qur’an

Ditinjau dari segi Etimologi Al-Qur’an berarti "bacaan".Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a yang artinya membaca.
Secara Terminologis adalah : Wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah, merupakan mu’jizat terbesar beliau, lafal dan maknanya dari Allah SWT, dan merupakan ibadah bagi yang membacanya.

Proses Turunnya Al-Qur’an

Allah subhanahu wata’ala telah memuliakan kitab suci al-Qur’an dengan menurunkan al-Qur’an melalui 2 tahapan:

1. Al-Qur’an diturunkan secara utuh

Pada tahap pertama, al-Qur’an diturunkan secara utuh ke Baitul Izzah (rumah kemuliaan) yang berada di langit dunia pada bulan romadhon. Hikmah diturunkannya al-Qur’an ke langit dunia adalah untuk menunjukkan keagungan al-Qur’an dan kemuliaan Nabi yang diberikan wahyu berupa al-Qur’an. Selain itu hal tersebut dimaksudkan agar penghuni langit mengetahui bahwa al-Qur’an adalah kitab suci terakhir yang diturunkan kepada Nabi terakhir dan ditujukan bagi umat yang paling mulia.

2. Al-Qur’an diturunkan sedikit demi sedikit

Setelah al-Qur’an diturunkan ke langit dunia, secara berangsur al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril dimulai saat Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul sampai beliau wafat.

Dua tahapan turunnya al-Qur’an ini dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Athiyah bin al-Aswad, ia bertanya pada Ibnu Abbas; “Dalam hatiku terdapat keraguan mengenai firman Allah:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ

“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al Quran.” (QS. Al-Baqoroh : 185).

dan Firman-Nya,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ

“Kami menurunkan al-Qur’an pada lailatul qodar.” (QS. Al-Qodr : 1)

padahal al-Qur’an terkadang turun pada bulan Syawal, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharam, Shafar, dan Ar-rabi’?” Ibnu Abbas menjawab, ”Bahwa al-Quran itu diturunkan pada bulan Ramadhan pada malam Lailah al-Qadar secara sekaligus, kemudian diturunkan lagi berdasarkan masa turunnya bagian-bagian bintang secara berangsur pada beberapa bulan dan hari.” (Al-Asmaa wa ash-Shifaat, no.  487)


Diantara hikmah diturunkannya al-Qur’an sedikit demi sedikit dan tidak secara utuh sebagaimana kitab - kitab suci sebelumnya adalah:

• Untuk menetapkan dan menguatkan hati Nabi Muhammad.

Firman allah dalam surat al furqan ayat 32

وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلًا

Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).

• Mendidik umat Islam agar terbiasa mengamalkan ilmu yang telah didapatkan, sedikit demi sedikit.

• Turunnya wahyu mengikuti keadaan.

Jam’ul Qur’an

Jam’ul Qur’an (Pengumpulan Al–Qur’an) oleh para ulama diartikan menjadi dua makna:

1. Pengumpulan dalam arti Hifzuhu (menghafal dalam hati)

Firman allah dalam surat al qiyamah ayat 17

إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ

Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.

Sahabat yang terkenal dalam bidang hafalan Qur’an (hafidz) ada 7 orang, yaitu: Abdullah bin Mas’ud, Salim bin Mua’qqil, Muadz bin Jabal, Ubay Bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Zaid bin Sukun, dan Abu Darda’.

2. Pengumpulan dalam arti Kitabatuhu kullihi (penulisan Al–qur’an keseluruhan)

Pengumpulan Al-qur’andalam arti ini terdiri tiga periode, yaitu

1. Masa Rasulullah SAW,
2. Masa Khalifah Abu Bakar dan Masa
3. Khalifah Utsman Bin Affan.

1. Pengumpulan pada Masa Rasulullah SAW.

Rasulullah telah mengangkat para sahabat sebagai penulis wahyu. Diantara mereka adalah ‘Ali, Muawiyah, Ubay Bin Ka’ab dan Zaid Bin Tsabit. Bila turun ayat, Rasulullah memerintahkan mereka untuk menuliskannya dan menunjukkan tempat ayat tersebut dalam suatu surat. Hal itu sesuai dengan anjuran Jibril ‘alaihissalam. Para sahabat menuliskannya pada pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun, pelana atau potongan tulang binatang. Karena keterbatasan media, sehingga pada masa itu Al–qur’an belum rapi dan belum berbentuk mushaf.

Zaid bin Tsabit mengisahkan;

كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نُؤَلِّفُ القُرْآنَ مِنَ الرِّقَاعِ

“Kita berada di samping Rasulullah SAW menyusun al-Qur’an dari riqo’ (Beberapa kertas, kulit atau daun).” (Sunan Turmudzi, no. 3954).

Utsman mengisahkan bahwa ketika turun wahyu kepada Rasulullah, maka beliau akan memanggil sebagian orang yang bisa menulis, kemudian beliau memberi petunjuk dengan mengatakan:

ضَعْ هَذِهِ الآيَةَ فِي السُّورَةِ الَّتِي يُذْكَرُ فِيهَا، كَذَا وَكَذَا.

“Letakkanlah ayat ini pada surat yang dijelaskan begini dan begini.” (Sunan Abu Dawud, no. 786)

Pada masa ini al-Qur’an belum belum dibukukan dengan urutan surat dan ayat seperti mushaf al-Qur’an yang kita pakai. Hal ini dikarenakan saat beliau masih hidup masih dimungkingkan terjadinya nasykh (penghapusan bacaan atau hukum) dalam al-Qur’an.

2. Pengumpulan pada Masa Khalifah Abu Bakar

Penulisan Al–qur’an pada masa Abu Bakar adalah dalam rangka menjaga keutuhan Al–qur’an agar tidak hilang, seiring dengan banyaknya para penghafal Al–qur’an yang syahid di medan perang.

Abu Bakar menjadi khalifah pertama sepeninggal Rasulullah SAW. Ia dihadapkan pada peristiwa–peristiwa berkenaan dengan kemurtadan sebagian orang Arab. Karena itu ia segera menyiapkan pasukan dan mengirimkannya untuk memerangi orang yang murtad itu. Perang Yamamah terjadi pada tahun ke 12 hijriah melibatkan sejumlah besar penghafal Al–qur’an. Dalam peperangan ini sejumlah 70 penghafal Al–qur’an gugur.

Dengan kejadian tesebut, Umar bin Kahattab merasa khawatir jika peperangan di tempat lain akan membunuh banyak penghafal Al–qur’an. Ia lalu menghadap kepada Abu Bakar untuk mengajukan usul agar mengumpulkan dan membukukan Al–qur’an, karena dikhawatirkan akan musnah.

Abu Bakar menolak usulan ini karena tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Tatapi Umar tetap membujuknya, sehingga Allah SWT membuka hati Abu Bakar untuk menerima usdulan tersebut. Kemudian Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk melakukan tugas tersebut. Pada awalnya Zaid menolak, keduanya bertukar pendapat sampai akhirnya Zaid dapat menerima dengan lapang dada perintah penulisan itu. Zaid memulai tugas beratnya dengan bersandar pada hafalan yang ada dalam hati para penghafal dan catatan yang ada pada penulis. Kemudian lembaran–lembaran tersebut disimpan oleh Abu Bakar. Setelah Abu Bakar wafat pada tahun 13 Hijriah, kemudian berpindah ke tangan Umar hingga ia wafat. Kemudian berpindah ke tangan Hafsah, putri Umar.

3. Pengumpulan pada Masa Khalifah Utsman bin ‘Affan

Penulisan pada masa Usman terjadi pada tahun 25 Hijriah. Penulisan pada masa ini adalah dalam rangka menyatukan berbagai macam perbedaan bacaan yang beredar di masyarakat saat itu. Ketika terjadi perang Armenia dan zarbaijan dengan penduduk Irak, di antara orang yang ikut menyerbu kedua tempat itu ialah Huzaifah bin Yaman. Ia melihat banyak perbedaan dalam cara–cara membaca Al–qur’an. Sebagian bacaan itu bercampur dengan kesalahan, tetapi masing–masing mempertahankan dan berpegang pada bacaannya, serta menentang setiap orang yang menyalahi bacaannya dan bahkan mereka saling mengkafirkan. Melihat kenyataan demikian Huzaifah segera menghadap Utsman dan melaporkan kepadanya apa yang dilihatnya.

Dengan keadaan demikian, Utsman pun khawatir bahwa akan adanya perbedaan bacaan pada anak–anak nantinya. Para sahabat memprihatinkan kenyataan karena takut kalau ada penyimpangan dan perubahan. Mereka bersepakat untuk menyalin lembaran–lembaran pertama yang ada pada Abu Bakar dan menyatukan umat Islam pada lembaran–lembaran itu dengan bacaan yang tetap pada satu huruf.

Utsman kemudian mengirimkan utusan kepada Hafsah untuk meminjam mushaf yang ada padanya. Kemudian Utsman membentuk panitia yang beranggotakan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin ‘As, dan Abdurrahman bin Haris bin Hisyam, ketiga orang terakhir adalah suku Quraisy. Lalu memerintahkan mereka untuk memperbanyak mushaf. Nasehat Utsman kepada mereka:

1. Mengambil pedoman kepada bacaan mereka yang hafal Al–qur’an

2. Jika ada perselisihan di antara mereka tentang bahasa (bacaan), maka haruslah dituliskan dalam dialek suku Quraisy, sebab Al–qur’an diturunkan menurut dialek mereka .

إِذَا اخْتَلَفْتُمْ أَنْتُمْ وزَيْد بْنُ ثَابِتٍ فِي شَيْءٍ مِنَ الْقُرْآنِ ، فَاكْتُبُوهُ بِلِسَانِ قُرَيْشٍ ، فَإِنَّمَا نَزَلَ بِلِسَانِهِمْ

Artinya : Jika kalian berbeda bacaan dengan Zaid Ibn Tsabit pada sebagian ayat Al-Qur’an, maka tuliskanlah dengan dialek Quraisy, karena Al-Qur’an diturunkan dengan dialek tersebut

Mereka melaksanakan perintah tersebut. Setelah mereka selesai menyalinnya menjadi beberapa mushaf, Utsman mengembalikan lembaran asli kepada Hafsah. Al–qur’an yang telah dibukua dinamai dengan “Al – Mushaf”, dan panitia membuat lima buah mushaf. Empat di antaranya dikirimkan ke Mekah, Syria, Basrah dan Kufah, agar di tempat – tepat itu disalin pula, dan satu buah ditinggalkan di Madinah, untuk Utsman sendiri, dan itulah yang dinamai Mushaf “Al–Imam”, dan memerintahkan agar semua Al–qur’an atau mushaf yang ada dibakar.

Dengan demikian, dibukukannya Al–qur’an di masa Utsman manfaatnya yang utama adalah:

1. menyatukan kaum muslimin pada satu macam mushaf yang seragam ejaan dan tulisannya.

2. menyatukan bacaan, dan kendatipun masih ada kelainan bacaan, tetapi tidak tidak bertentangan dengan ejaan mushaf–mushaf Utsman.

3. menyatukan tertib susunan surat–surat.

Pemberian Titik Dan Harokat Pada Alquran

al-Qur’an yang telah dikodifikasi mulai dari nabi Muhammad sampai masa Khalifah Utsman bin ‘Affan ditulis dengan menggunakan tanpa titik ataupun tanda baca yang dapat membedakan antara satu huruf dengan huruf lainnya. Pun demikian generasi awal Islam ini, jarang terjadi kesalahan dalam pengucapan bahasa Arab maupun dalam membaca al-Qur’an. Dan juga belum terpikirkan oleh para sahabat untuk menambahkan titik dan harakat   pada tulisan al-Qur’an. Hal ini diperkuat dengan adanya seruan dari sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud:

جرّدوا القران ولا تخلطوه بشئ

"Murnikanlah al-Qur’an dan jangan mencampur baurkannya dengan apapun."

Alqur'an pada mulanya ditulis tanpa titik dan harkat seperti yang kita lihat sekarang ini. Hal ini terus berlangsung hingga imperium Islam terus meluas ke berbagai wilayah di sekitar jazirah Arab. Setelah Islam menyebar diberbagai wilayah orang-orang Islam non-arab ('ajamy) merasa kesulitan untuk membaca Alqur'an yang pada waktu itu masih masih 'kosong'. Tentu saja kesulitan ini memaksa para pemimpin untuk mencari solusi guna menjaga keutuhan Alqur'an.

Abu al-Aswad al-Dualy (w. 69 H/ 688 M) adalah orang yang membuat harokat al quran, awalnya beliau mendengar orang membaca ayat

 أَنَّ اللَّهَ بَرِيءٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُولُهُ

Lam kalimat رسولِهِ  dibaca  kasroh yang berarti Allah berlepas diri dari orang-orang musyrik dan Rasulnya.

Harkat yang diciptakan oleh Abu al-Aswad ini lalu disempurnakan Imam Kholil bin Ahmad al-Bashry pada masa dinasti Abbasiyah, hingga menjadi bentuk harkat seperti yang ada sekarang. Adapun titik yang terdapat pada huruf ba', ta', tsa', jim, ha', kha', dzal, za', dan lainnya, itu terjadi pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan Saat itu beliau memerintahkan gubernurnya di Irak yang bernama Hajjaj bin Yusuf. Hajjaj bin Yusuf lalu menyuruh Nashr bin Ashim dan Yahya bin Ya'mur untuk merealisasikan keinginan khalifah Abdul Malik bin Marwan tersebut. Dalam penulisan titik huruf tersebut, Nashr bin Ashim menggunakan tinta yang warnanya sama dengan tinta yang digunakan untuk menulis mushaf, agar tidak serupa dengan titik tanda harkat yang digunakan oleh Abu al-Aswad al-Dualy

Sejak saat itulah dalam mushaf Alqur'an sudah ada titik huruf dan titik harkat. Titik yang diciptakan oleh Abu al-Aswad disebut Titik I'rab, sedangkan titik yang diletakkan oleh Nashr bin Ashim disebut Titik Huruf.


DAFTAR PUSTAKA

1. Al-Qur’an al-Karim
2. al-Qaththan Manna’, 1999.  Mabahits fi ‘Ulumil Qur’an, juz 5. Bairut: Penerbit Ar-Risalah.
3. Azzarqani, Abdul Azhim, Manahilul Irfan fi Uluumil Qur’an, I&II Isa al-Babib al-Halaby, Mesir.
4. Ibnu Hajar, Ahmad bin Ali, 1407H, Fathul Bari, al Maktabah Assalafiah, Kairo

Dinasti Usmani, Syafawi, dan Mughal

Posted by Unknown Sabtu, 26 Juli 2014 0 komentar
Peradaban Islam Masa 3 Kerajaan Besar
 
Turki Usmani, Safawi, dan Mughal
Dinasti Usmani di Turki (1299-1924 M)
Dinasti Turki Usmani merupakan kekhalifahan yang cukup besar dalam Islam dan berpengaruh signifikan dalam perkembangan wilayah Islam di Asia, Afrika, dan Eropa (wilayah kekuasaannya sampai Eropa Timur, Asia Kecil, Asia Tengah, Timur Tengah, Mesir, dan Afrika Utara). Peran yang paling menonjol terlihat dalam birokrasi pemerintahan yang bekerja untuk para khalifah Bani Abbasiyah.
Keterlibatan secara politik ini menjadi awal mereka membangun kekuasaan, yaitu Bani Saljuk (1038-1194; independen tapi loyal ke Abbasiyah). Dinasti ini muncul ketika dunia Islam mengalami fragmentasi kekuasaan pada periode kedua Abbasiyah (abad ke-9; ada bani Aghlab di Kairawan, Bani Tulun di Mesir, Saman di Bukhara, dan Buwaih di Baghdad dan Syiraz). Setelah Baghdad hancur di tangan Mongol, mereka memproklamirkan diri.
Di antara negara muslim, Turki Usmani-lah yang dapat mendirikan kerajaan yang paling besar dan paling lama berkuasa (7 Abad dengan 37-8 Sultan).
Asal-Usul Usmani; pendirinya bangsa Turki dari kabilah Oghus yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara Cina. Dalam jangka waktu 3 Abad mereka pindah ke Turkistan kemudian Persia dan Irak. Masuk Islam pada abad 9/10 ketika menetap di Asia Tengah.
Kerajaan Usmani diambil dan dibangsakan kepada Sultan pertama, yaitu Usmani Ibn Sauji Ibn Orthogol Ibn Sulaiman Syah Ibn Kia Alp/Usman I yang bergelar Padisyah Alu Usman (Raja Besar keluarga Usman).
Mencapai kegemilangannya pada saat menaklukkan pusat peradaban dan pusat agama Nasrani di Bizantium, yaitu Konstantinopel* oleh sultan Muhammad II/Sultan Muhammad al-Fatih pada tahun 1453 M. Dari sini ekspansi Islam sampai ke Wina (Austria)
Kejayaannya pada abad ke-16. daerah kekuasaannya membentang dari selat Persia di Asia sampai ke pintu gerbang kota Wina di Eropa, dan dari laut Gaspienne di Asia sampai ke Aljazair di Afrika Barat.
Sultan pertama adalah Sultan Usman I (1299-1326 M), sultan terakhir adalah Sultan Abdul Majid II (1922-1924). Dan sejak itu kerajaan Turki Usmani dihapuskan dan diganti dengan Republik Turki dengan Mustafa Kamal Ataturk sebagai presiden pertamanya.
*telah berulang kali pasukan muslim sejak masa Umayyah berusaha menaklukkan Konstantinopel, selalu gagal.
Peradaban Islam di Turki
Beberapa wilayah Islam di Eropa; Bosnia Herzegovina, Montenegro, Serbia, dll, menjadi bukti perkembangan Islam berkat  Turki Usmani.
1. Bidang Pemerintahan dan Militer; organisasi militernya dimenej dengan rapi, terutama ketika dipimpin oleh Orkhan. Bangsa-bangsa non-Turki direkrut, anak-anak Kristen yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Inilah pasukan Yenisseri/Inkisyariah yang menjadikan Turki Usmani mesin perang terkuat. Ada juga pasukan kaum feodal yang dikirim untuk pemerintah pusat, disebut Thaujiah + angkatan laut. Tapi faktor utama kemajuan militer Turki adalah karena tabiat bangsa Turki sendiri yang bersifat militer, berdisiplin, dan patuh terhadap peraturan. Pengelolaan pemerintahannya juga rapi; struktur pemerintah lengkap, dan ada UU (multaqa al-Abhur) pada masa Sulaiman I.
2. Bidang Ilmu Pengetahuan; peradaban Turki merupakan perpaduan Persia, Bizantium, dan Arab. Ajaran etika dan tata krama dalam istana raja-raja diserap dari Persia; militer dan pemerintahan dari Bizantium; sosial kemasyarakatan dan ekonomi dari arab.
3. Bidang Kebudayaan; abad ke-17 ada penyair terkenal , Nafi yang bekerja untuk Murad Pasya dengan karya-karya sastra Kaside; penulis istana, yi Yusuf Nabi yang piawai  dengan puisi-puisinya; bidang prosa, ada 2 tokoh terkemuka, yi Katip Celebi dan Evliya Celebi. Mustafa Ibn Abdullah, yang dikenal Katip Celebi/Haji Halife (1609-1657) menulis buku bergambar/karya terbesar Kasyf az-Zunun fi Asmai al-Kutub wal-Funun (sebuah presentasi biografi penulis-penulis penting di dunia timur bersama daftar dan deskripsi lebih dari 1500 buku berbahasa Turki, Persia, dan Arab; Penyair diwan, Muhammad Esat Efendi yang dikenal dengan Galip Dede/Syah Galip; Arsitektur Turki luar biasa dan berbeda dengan daulah Islam lainnya.
4. Bidang Keagamaan; Agama merupakan faktor penting dalam transformasi sosial dan politik; masyarakat digolongkan berdasarkan agama; kerajaan sangat terikat dengan syariat sehingga peran mufti sangat penting (kebijakan harus dengan legitimasi mufti); Tarekat yang berkembang adalah Tarekat Bektasyi (berpengaruh dominan di kalangan Yeniseri) dan Tarekat Maulawi (didukung para penguasa); Kajian ilmu-ilmu agama tidak berkembang. Para penguasa lebih senang menegakkan satu faham dan menekan paham lain. Sultan Abdul Hamid yang begitu fanatik pada Asy’ariyah menyuruh syaikh Husein al-Jissr ath-Tharablusi menulis al-Husun al-Hamidiyah (benteng pertahanan Abdul hamid) yang mengupas masalah ilmu kalam untuk melestarikan aliran yang dianutnya. Akibat kelesuan di bid. Ilmu agama dan fanatik berlebihan, ijtihad tidak berkembang (hanya Syarah dan Hasyiyah=catatan).
Renungan: Turki yang begitu gagah, akhirnya harus mendapat predikat  ‘The sick man of the Europa’ (si sakit yang ada di Eropa)
Kerajaan Usmani kurang berhasil dalam bidang IPTEK karena lebih mengutamakan kekuatan militer. Kekuatan militer yang tidak diimbangi oleh kemajuan IPTEK, tidak sanggup menghadapi persenjataan musuh dari Eropa yang lebih maju dan canggih.
Kemandegan IPTEK ada kaitannya dengan perkembangan metode berpikir yang kolot dan tradisional; di kalangan ulama mereka cenderung menutup diri dari pengaruh kemajuan Eropa dan ini berakibat pada menurunnya semangat berpikir bebas akibat pemahaman tasawuf yang keliru.
Kekalahan dalam bidang politik berdampak pada kekalahannya di bidang ekonomi. Abad ke-17 Eropa mulai menerapkan Kapitalisme, dan memasarkan produknya ke semua negara—termasuk Turki—sehingga industri-industri di Turki mati.
Turki Usmani hanya kuat secara militer. Peradaban dan kebudayaannya jauh tertinggal, maka negeri-negeri yang sudah ditaklukkan akhirnya melepaskan diri dari kekuasaan pusat dan perjalanan dakwah belum berhasil maksimal.
Kelemahan Turki Usmani dimanfaatkan Eropa untuk menjajah negeri-negeri muslim bekas koloninya di Timur Tengah dan Afrika Utara.

Faktor-faktor Penyebab Kemunduran Turki Usmani menurut Dr. Badri Yatim, M.A.
1.Wilayah kekuasaan yang sangat luas; administrasinya rumit dan kompleks; para penguasa berambisi menguasai wilayah tsb dan terlibat perang terus menerus dengan berbagai bangsa.
2.Heteroginitas penduduk
3.Kelemahan para penguasa; sepeninggal Sulaiman al-Qanuni. Negara kacau dan tak mampu lagi teratasi.
4.Budaya korupsi; untuk menjabat harus menyuap, mengakibatkan dekadensi moral kian merajalela dan pemerintahan rapuh.
5.Pemberontakan tentara Yenisseri; kemajuan ekspansi Turki karena tentara ini, memberontak 4 x (1525, 1632, 1727, dan 1826 M)
6.Merosotnya perekonomian; perang tak pernah berhenti, ekonomi merosot
7.Terjadinya stagnasi dalam lapangan ilmu dan teknologi
Kilas Balik…
Karakteristik dunia Islam  abad ke-17 bertumpu pada 3 kerajaan besar, yaitu Syafawi, Mughal, dan Usmani dengan dua periode.
Periode 1500-1700 merupakan fase kemajuan 3 kerajaan tersebut; bahkan pada abad ke-17 Syafawi dan Mughal moncer, sebaliknya Usmani mengalami kemunduran di segala bidang.  karakteristikIslam abad ke-17 ditandai dengan ketertutupan (psikologi orang bangkrut) yang sebelumnya jaya. Islam lebih bersifat reaksioner terhadap kemajuan Barat, sementara perpecahan internal masih begitu kental antarumat Islam.
Syafawi bermadzhab resmi Syi’ah (sampai sekarang Iran menjadi pusat aliran Syi’ah), sementara Usmani Sunni. Pertentangan antara Syi’ah dan Sunni merupakan gangguan politik internasional Islam yang dieksploitasi Eropa—pada saat itu mulai bangkit—untuk memperlemah keduanya. Kerajaan Mughal di India berusaha memperkecil pertentangan antara Sunni-Syi’ah.
Peradaban Islam Dinasti Safawiyah (1502-1722 M)
Asal-Usul Dinasti Safawiyah
Di Persia. Berasal dari gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil (Azerbaijan), sesuai dengan nama pendirinya: Shafi ad-Din (1252-1334 M). Ia keturunan Imam Syi’ah ke-6, Musa al-Kazhim. Gurunya syaikh Tajudin Ibrahim Zahidi yang dikenal dengan Zahid al-Gilani (menjadi mertuanya). Gerakan ini bertujuan memerangi orang-orang ingkar/ahli bid’ah; dari pengajian tasawuf murni berkembang menjadi gerakan kenamaan, diorganisir secara rapi. Nah gerakan keagamaan yang dipegang secara fanatik biasanya timbul keinginan untuk berkuasa; mulai menentang madzhab lain.
Pendiri Dinasti: Ismail; puncak kejayaan: Abbas I.
Dinasti ini bermusuhan dengan kerajaan Usmani (Sunni). Fanatisme Sultan Salim I dari Turki memaksanya membunuh 40 ribu orang syi’ah di negaranya. Inilah contoh kekejaman atas nama agama.
Kemajuan Peradaban Dinasti Safawiyah
1.Bidang Ilmu Pengetahuan; bidang ilpeng dan sains, Safawiyah lebih maju dari kerajaan lainnya pada masa yang sama. Ilmuwan: Bahauddin Syaerazi, Muhammad Baqir bin Muhammad Damad (filsuf ahli sejarah, teolog, dan peneliti lebah).
2.Bidang Ekonomi; stabilitas politik Abbas I berimbas pada perekonomian; dikuasainya kepulauan Hurmuz dan pelabuhan Gumrun diubah menjadi Bandar Abbas, jalur perdagangan antara Timur-Barat yang biasa diperebutkan Belanda, Inggris, dan Perancis menjadi milik Safawi. Tanah pertaniannya juga subur, terutama di daerah Sabit Subur (fortile crescent).
3.Bidang Arsitektur; ibukota Isfahan penuh dengan bangunan indah; jembatan raksasa di atas Zende Rud, istana Chihil Sutun, 162 masjid, 48 akademi, 1802 penginapan, dan 273 pemandian umum. Arsitektur tinggi terlihat di Masjid Shah (dibangun tahun 1611 M) dan masjid Syaikh Lutfillah (dibangun tahun 1603 M).
4.Bidang kesenian; kerajinan tangan, keramik, karpet, permadani, pakaian dan tenun, tembikar, dll. Seni lukis juga dirintis sejak zaman Tahmasp I, nahkan Raja Ismail I pada tahun 1522 membawa seorang pelukis Timur bernama Bizhad ke Tabriz.
5.Bidang Tarekat; tidak hanya dalam bidang keagamaan, tetapi juga dalam bidang politik dan pemerintahan.
Dinasti Mughal di India
(1526-1707 M)
Asal-Usul; bukan kerajaan Islam pertama di anak benua India. Awal kekuasaan Islam terjadi pada masa khalifah al-Walid (Bani Umayyah) di bawah pasukan Muhammad Ibn Qasim.
Didirikan oleh Zahiruddin Babur (salah satu cucu Timur Lenk)
Sultan besar ; Akbar (1556-1606), Jengahir (1605-1627), Syah Jehan (1628-1658), dan Aurangzeb (1659-1707).

Bagaimana Peradaban?
1. Politik dan sosial;
a. Di masa Akbar, kerajaan dijalankan tidak dengan kekerasan, tidak membeda-bedakan , menghormati perbedaan agama; administrasi sangat tertib dan teratur; ada menteri-menteri; pemungut pajak harus santun; Akbar adalah reforman kerajaan Mughal, dan tokoh moderat-toleran.
b. Digantikan anaknya, Salim yang bergelar Nuruddin Muhammad Jangahir Padshah Ghazi (ia terlalu baik hati dan lemah. Beraliran Sunni dengan bahasa resmi Persia).
2. Pengetahuan dan Seni;
a. Akbar, menjadikan 3 bahasa sebagai bahasa nasional; Arab =bahasa agama; Turki=bangsawan; Persia=istana dan kesusasteraan. Ia juga memodifikasi 3 bahasa itu ditambah bahasa India menjadi bahasa Urdu.
b. Bidang filsafat cukup maju, tokohnya Akbar sendiri; tokoh tasawuf Mubarok, Abul Faidh, dan Abu Fadl.
c. karya sastra, satrawan sufi Malik Muhammad Jayadi dengan karyanya Padmavat (karya alegoris dengan pesan kebajikan jiwa manusia
d. bangunan; Akbar = istana Fatpur di Sikri; syah Jehan = Tajmahal di Aqra, masjid berlapis mutiara.

Sumber :  http://iimazizah.wordpress.com/2011/04/26/dinasti-usmani-syafawi-dan-mughal/

Peradaban Islam Pada Masa Mongol

Posted by Unknown 0 komentar

Dinasti Mongol, Timur Lenk, dan Delhi


Asal-Usul
*Para Pemimpin Terkenal
*Serangan Hulagu Khan
*Dinasti di Persia
*Kebudayaan Islam Mongol
*Dampak Kekuasaan Mongol
*Penguasa Muslim Timur Lenk
 
Asal-Usul Bangsa Mongol
Bangsa Mongol berasal dari daerah pegunungan Mongolia. Nenek moyangnya bernama Alanja Khan, yang mempunyai dua putra kembar, Tartar dan Mongol. Keduanya melahirkan dua suku bangsa besar, yakni Mongol dan Tartar. Mongol mempunyai anak bernama Ilkhan, yang melahirkan keturunan pemimpin bangsa Mongol di kemudian hari.
Sebagai bangsa nomad, bangsa Mongol berwatak kasar, suka berperang, berani menghadapi maut untuk mencapai keinginannya. Tapi mereka sangat patuh kepada pimpinannya.
Agama semula Syamanisme—mengakui adanya Tuhan Yang Mahakuasa, tapi tidak beribadah kepada-Nya, melainkan menyembah arwah/roh jahat agar terhindar dari bencana dengan ‘menyogok’ sajian-sajian.
Pemimpin/Khan pertama—dalam sejarah—adalah Yesugey (w. 1175), ayahnya Jenghiz/Chenggiz/Chingis (nama aslinya Temujin=seorang pandai besi yang menang atas Ong Khan/Togril kepala suku Kereyt). Temujin diangkat menjadi ‘Jenghiz Khan’ oleh sidang para kepala suku pada tahun 1206, umur 44 Tahun.
Invasi Mongol ke wilayah Islam karena peristiwa Utrar, 1218 M, yaitu ketika Gubernur Khawarizm membunuh utusan Mongol. Sejak saat itu Mongol menguasai Transaxonia, Bukhara,  Samarkand, Khurasan, Quzwain, sampai perbatasan Iraq, bahkan sampai Azerbaijan. Kota-kota tersebut hancur lebur.
Jenghiz Khan membagi wilayahnya menjadi 4 untuk 4 anaknya; Juchi, Chagatai, Ogotai, dan Toluy. Keturunan Chagatay-lah yang masuk ke lingkungan Islam dan membantu menyebarkan Islam di wilayah Turkistan China sampai abd ke-17. Toluy-bungsu—di wilayah Mongolia, yang menurunkan Mongke dan Qubilay. Qubilay Khan menaklukkan China, berkuasa sebagai Yuan (dinasti yang memerintah hingga abad ke-14 yang kemudian digantikan dinasti Ming), beragama Budha dan bertikai dengan saudara-saudaranya dari Khan-khan Mongol yang beragama Islam di Asia Barat dan Rusia. Adalah Hulagu Khan—saudara Mongke dan Qubilay—yang menyerang wilayah-wilayah Islam sampai ke Baghdad.
 
Pemimpin Mongol Yang Terkenal
1.Jenghiz Khan (1206-1227 M/w. 624 H); paling terkemuka, tanpa tanding. Menaklukkan seluruh Mongolia dan Tartar, menyatukan mereka; meletakkan UU Mongolia. Menaklukkan kota-kota muslim sampai Iran.
2.Hulagu Khan (7 H/13 M); menghabisi kekhalifahan Abbasiyyah, menghancurkan Baghdad, membunuh khalifah al-Mu’tashim, menghancurkan Syiria, dan mendirikan pemerintahan Ilkhan di Irak.
3.Timur Lenk—Timur yang pincang– (8 H/14 M); penguasa muslim India yang memerangi negeri tetangga, seperti Persia, Irak, Syam, dan Turki.
4.Zhahirudin Babur (10 H/15-16 M); pendiri kekaisaran Mongolia (muslim) di India, yang berkuasa antara 932-1275 H/1526-1858 M.
 
Serangan Hulagu Khan
Hulagu dipercaya oleh saudaranya—Mongke Khan—untuk mengembalikan wilayah Mongol di Asia Barat yang terlepas setelah kematian Jenghiz Khan. Berangkat dengan pasukan yang sangat besar, tahun 1253. pusat gerakan Syi’ah Isma’iliyah di Persia Utara jatuh tahun 1256, dan menyerang Baghdad pada tanggal 10 Pebruari 1258, sepuluh hari kemudian Khalifah dan semua penduduk dibunuh, kota Baghdad rata dengan tanah. Tahun 1260 merebut Mesir di bawah Sultan Qutus Kerajaan Mamalik, tapi bisa dikalahkan di Ain Jalut Palestina, 3 September 1260 M.
Baghdad dan daerah-daerah taklukan Hulagu selanjutnya diperintah oleh Dinasti Ilkhan (gelar untuk Hulagu). Dari sini kemudian muncul kerajaan Mongol Islam, karena keturunan Hulagu Khan yang masuk Islam dan mendirikan kerajaan Mongol Islam dengan nama Dinasti Ilkhan.
 
Dinasti Mongol di Persia (1265-1502 M)
Hulagu (raja pertama yang bergelar Ilkhan) digantikan anaknya, Abaqa (1265-1282 M), bersimpati pada kaum kristen, karena pengaruh ibu tirinya.
Kaisar Mongol di Persia ke-3, Ahmad Takudar (1282-84 M), inilah kaisar pertama yang beragama Islam. Ia menggunakan seluruh kemampuannya untuk mambawa seluruh bangsa Mongol menjadi muslim, dan berkirim pesan ke sultan Mamluk (Qalawun) yang berisi keinginannya melindungi Islam. Sikapnya ini ditentang rakyat dan bangsawan, sehingga pada tanggal 10 Agustus 1284 M, ia dihukum mati oleh Arghun (1284-1291 M). Arghun sangat kejam terhadap Islam, pejabat muslim semuanya dibunuh, dan semua pengganti Takudar penyembah berhala.
Ghazan (1295-1304), kaisar ke-7, beribukota di Azerbaijan. Dibesarkan sebagai seorang Budha, tapi akhirnya masuk Islam. Islam—Syi’ah—menjadi agama negara. Kebijakannya: memerintahkan kaum Kristen dan Yahudi membayar jizyah, mencetak mata uang ber-inskripsi Islam (Mei 1299), melarang riba, pejabat menggunakan serban sebagai pengganti pakaian nasional mereka, membentuk lembaga (Ilkhan/Ghazani) untuk menertibkan administrasi dan keuangan negara. Tahun 1304 meninggal di usia 32 tahun karena sakit.
Uljaytu Banda (1305-1316, putra Arghun). Ia penganut Syi’ah dan mentahbiskan Hukum Islam dengan keras. Meminta bantuan Philip le Bol, Edward II dan Paus Clement IV untuk memerangi Mamluk yang Sunni.
Digantikan anaknya, Abu Sa’id (1317-1334 [penguasa terakhir]). Ia mengangkat Rashiduddin dan Ali Shah menjadi menteri. Tapi Ali Shah iri dengan kejujuran, loyalitas, dan ke-pakar-an (ahli sejarah dan astronomi) Rashiduddin, sehingga ia dibunuh. Hubungan dengan Mamluk  (sultan Nasir Muhammad) mencair pada tahun 1332 dalam memperebutkan Siria.
Perselisihan dalam tubuh Ilkhaniyah menyebabkan terpecahnya kerajaan menjadi dinasti-dinasti kecil. Tapi mereka dapat dipersatukan pada masa Timur Lenk yang membentuk dinasti Timuriyah yang berpusat di Samarkand.
Kekuatan Timur (w.1408) sudah berkembang pada tahun 1369. mulai tahun 1380 ia memulai peperangan yang panjang dan serius di persia dan Afghanistan; memperkecil Mesopotamia, merampas Baghdad, menyerang Khan Golden Horde di Rusia Selatan, menyerbu India utara, Anatolia dan mengusir orang Turki Usmani di Angora, syiria diperkecil, Aleppo dan Damaskus—kekuasaan Mamluk—dirampas, Samarkand di Transoxinia dijadikan ibukota negara. Keturunan Timur bertahan se-Abad, namun ada keturunannya (Baber) yang menyerbu Lahore pada tahun 1525 dan mendirikan Kerajaan Mughal di India.
 
Kebudayaan Mongol Islam
Hulagu Khan sangat tertarik pada bangunan dan arsitektur yang indah dan filsafat. Atas daran Nasiruddin at-Tusi, seorang filsuf nuslim besar, ia membangun observatorium di Maragha tahun 1259.
Kultur Islam yang berada di kawasan Arab—Iraq, Syiria, dan sebagian Persia—walau secara politis ditaklukkan Mongol, tapi akhirnya Mongol sendiri yang terserap ke dalam budaya Islam.
Kesimpulannya: akar budaya Islam di kawasan budaya Arab diperintah bukan hanya oleh dinasti yang berbangsa Arab, tetapi siapa yang kuat akan memerintah wilayah tersebut. Dinasti-dinasti silih berganti berkuasa, tapi yang langgeng adalah kekuasaan dari bangsa Arab sendiri, baik pada masa klasik maupun masa modern.
 
Dampak Kekuasaan Mongol
Dampak negatifnya lebih banyak, a.l.:
1.Pembunuhan ummat Islam besar-besaran; Hulagu mengekskusi khalifah Mu’tashim. Arghun membunuh Takudar; mencopot jabatan penting dan membunuhnya
2.Bangsa Mongol lebih bersimpati pada ummat Kristen dan menghalang-halangi dakwah Islam
3.Hancurnya Baghdad dengan berbagai fasilitas dan perpustakaan—dibakar—sebuah kerugian besar bagi khazanah ilmu pengetahuan dan berdampak sampai sekarang.

Dampak Positif; setelah pemimpinnya—Takudar, Ghazan, dan Uljaytu Khuda Banda—masuk Islam, mereka menjadikan Islam sebagai agama resmi. Mereka tertarik pada Islam karena berasimilasi dan bergaul dengan masyarakat muslim; Ghazan terpengaruh menterinya, Rashiduddin dan Nawruz (gubernur Syiria).
 
Penguasa Muslim Timur Lenk (1336-1404 M)
Timur Lenk lahir di dekat Kesh, wilayah Uzbekistan, sebelah selatan Samarkand di Transoxania, pada 8 April 1336 M, dan meninggal di Otrar. Ayahnya Taragai, kepala suku Balas, keturunan Karachar Noyan yang menjadi menteri dan kerabat Chagatay, putra Jenghiz Khan. Ia sejak umur 12 tahun sudah ikut perang. Ia mengabdikan diri pada gub.Transoxania, Amir Qazaghan. Setelah Amir wafat datang serbuan dari Tughlug Temur . Timur lenk melawan tapi akhirnya malah diangkat menjadi gubernur Samarkand oleh Tughlug, namun karena posisinya digantikan oleh anak Tughlug (Ilyas Khoja gubernur, Timur wazirnya), Timur bersekutu dengan cucu Qazaghan, Amir Husain, memberontak Tughlug. Berhasil.

Ambisinya untuk berkuasa membuatnya membunuh Amir Husain (walaupun ipar). Setelah itu ia memproklamirkan diri sebagai penguasa tunggal Transoxania (10 April 1370). Ia berambisi untuk menaklukkan daerah-daerah bekas koloni Jenghiz Khan; Khurasan, Herat, Afghanistan, Persia, Fars, dan Kurdistan. Di setiap negeri yang ditaklukkannya Timur Lenk membantai penduduk yang melawan (sangat ganas dan kejam)
Konon ia adalah penganut Syi’ah yang taat dan menyukai tasawuf tarekat Naqsyabandiyah.
 
Dinasti Delhi (1206-1555 M)
Terletak di India Utara, mengalami 5 x pergantian kepemimpinan, yi:
1. Dinasti Mamluk   = 84 Th (keturunan Qutbuddin Aybak, budak dari Turki)
2. Dinasti Khalji  = 30 Th (dari Afghanistan)
3. Dinasti Tughluq  = 93 Th
4. Dinasti Sayid  = 37 Th, dan
5. Dinasti Lody  = 75 Th.
Peninggalannya, a.l.: mesjid Kuwat al-Islam dan Qutub Minar (menara di Lalkot, Delhi)

sumber : http://iimazizah.wordpress.com/category/sejarah-peradaban-islam/

Idul Fitri (Bukan Sekedar Baju Baru)

Posted by Unknown 0 komentar
Tidak ada bulan manapun diantara ke 12 bulan dalam satu tahun selain bulan Syawwal yang amat sangat disambut meriah oleh umat muslim diseluruh penjuru dunia, bagaimana tidak, belum masuk tanggal 1-nya saja sudah meriah dengan berbagai aktivitas dari berbagai elemen masyarakat muslim, dari yang sangat taat, sampai orang islam yang hanya sekedar mengisi kekosongan  kolom daftar agama dikartu tanda penduduk mereka.

Kemeriahan ini biasanya dimulai dengan banyaknya iklan-iklan yang menayangkan berbagai aneka produk yang menawarkan discount sangat menggiurkan dan menarik masyarakat untuk berbelanja, biasanya banyak pula yang sudah jauh-jauh hari memulai menjajakan discount dari sebelum masuk bulan Ramadhan. Kita anggap memang ini adalah hal yang lumrah, sudah menjadi tradisi bagi muslim menyiapkan segala yang baru mulai dari sendal, sepatu, celana, baju, sarung, peci dan lain sebagainya. Rasa-rasanya kurang afdhol jika tidak memperbaharui pakaian di hari raya Fitri ini.
Berikutnya sambutan bulan Syawwal dimeriahkan oleh media yang menghiasi kolom-kolom beritanya tentang kabar H-5 H-4 dan seterusnya sampai H+7 bahkan sampai H+10 bulan Syawwal, apalagi kalau bukan berita hijrahnya penduduk kota yang kembali ketanah keluarganya yang berada diluar kota dengan membawa hasil pencahariaan selama 1 tahun belakangan, kita sering menyebutnya dengan peristiwa arus “mudik”.

Kemeriahan ketiga biasanya dimeriahakan oleh suara-suara media tentang persoalan kapankan idul fitri dimulai?besok atau lusa?. Perbedaan ijtihad  para ahli agama tentang penentuan awal bulan Sawwal yang sering terjadi sehingga menjadi konsumsi umum dan bukan lagi barang langka dikalangan muslim Indonesia, terlebih sangat terasa sekali karena media menayangkan langsung dari kantor Departemen Agama RI acara penentuan awal dari bulan Syawwal tersebut. berbeda dengan negara-negara muslim lainnya khususnya wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara, hal-hal yang menyangkut sidang itsbat awal bulan dalam kalender Hijriyah biasanya berlangsung tertutup, jadi masyarakat tidak dipusingkan oleh suara sumbang kelompok-kelompok yang berbeda pendapat serta cenderung berfikir untuk meninggalkan urusan itu kepada ahlinya.

Itu semua kadang membuat kita lupa untuk memaknai hakikat dan inti dari perayaan Idul Fitri atau biasa kita sebut Hari Raya Fitri. Saya pernah mendengarkan ceramah dari prof. DR Quraisy Shihab yang berkaitan tentang Idul Fitri, oleh karena itu disini saya akan mengutip soal Idul Fitri yang beliau sampaikan pada sesi ceramahnya beberapa waktu yang lalu.

Ceramah pertama:
Banyak orang yang menyebut dalam bahasa sehari-hari kata Idul Fitri sebagai Hari Raya Suci. Akan tetapi ada sebagian pakar yang menjelaskan arti dan makna Idul Fitri dari sisi yang lain, kata “ied” dalam bahasa arab berarti “kembali”, sedangkan kata “fitri” itu seakar dengan “iftar” yang artinya ”berbuka puasa”. “Ied” juga seakar dengan kata “futur” yang artinya “makan pagi”. Oleh karena itu “Idul Fitri” berarti hari dimana orang-orang muslim kembali makan setelah melaksanakan ibadah puasa selama satu bulan penuh. Rasulullah Saw makan beberapa biji kurma sebelum berangkan sholat Idul Fitri, berbeda dengan Idul Adha, beliau tidak makan sebelum melaksanakan shalat Idul Adha. Banyak pula tuntunan agama tentang hari raya dan makanan, dalam Al-Quran sahabat nabi Isa alaihissalam meminta untuk diturunkan hidangan dari langit untuk dijadikan hari raya mereka. Begitu juga dengan makannya sendiri, begitu banyak tuntunan agama untuk manusia agar memakan dengan yang baik-baik, yang proporsional, yang lezat dan yang bisa bernilai bagi tubuh kita baik itu dari kandungan gizi, protein dan sumber tenaga.

Ceramah kedua:
Sudah menjadi suatu tradisi jika datang hari raya kita sudah menyiapkan pakaian yang baru dan yang indah, memakai pakaian yang indah itu tidak ada larangan bahkan dalam Al-Qur’an kita dianjurkan memakai pakain yang indah ketika kemasjid beribadah atau bisa juga kemanapun, asal jangan ada niat menggunakan keindahan pakaian untuk sekedar bersombong kepada orang-orang sekitar. fungsi pakaian itu sebenarnya ada empat. Pertama, pakaian adalah penutup keburukan yang ada di tubuh kita, sesuatu bagian dari tubuh kita yang tidak pantas dilihat oleh orang lain. Kedua, pakaian bisa menjadi unsur keindahan seseorang . Ketiga, pakaian berfungsi untuk membedakan seseorang dengan yang lainnya, kita bisa menilai orang apakah ia seorang yang kaya atau miskin, dan kita juga bisa menilai profesi seseorang dari pakaiannya. dan Keempat, pakaian bisa melindungi kita dari sengatan panas dan dingin.

Jika kita sudah menyiapkan pakaian Jasmani yang indah yang akan kita pakai pada hari raya Idul Fitri, sebenarnya dan sepatutnya kita pun sudah merajut pakaian Rohani kita selama bulan Ramadhan. Allah Swt berfirman “dan pakaian ketaqwaan itulah yang paling baik daripada pakaian jasmani”. jika pakaian Jasmani melindungi kita dari sengatan panas dan dingin, maka pakaian Rohani melindungi kita dari neraka, jika pakaian Jasmani membedakan keindahan kita terhadap orang lain, maka pakaian Rohani membedakan antara muslim dan non-muslim. Benang-benang yang digunakan untuk merajut pakaian ketaqwaan ini adalah dengan pebuatan-perbuatan baik seperti sabar, syukur, rendah hati, pemurah dan lain-lain. Seorang muslim yang baik yang sudah menggunakan pakaian Rohani yang baru akan senantiasa membuka pintu maaf bagi yang melakukan keburukan kepadanya. jika ia difitnah hendaknya berdoa jika apa yang dituduhkan itu benar semoga Allah Swt memaafkan dan mengampuni. jika apa yang dituduhkan itu salah maka ia memaafkan dan berdoa semoga orang yang menuduhnya itu mendapat ampunan dari Allah Swt.
Dihari raya ini marilah kita kembali memperbaharui jiwa kita agar bersikap lebih baik dari yang sebelumnya, serta melanjutkan momentum Ramadhan kita hingga mencapai derajat yang tinggi disisi Allah Swt.

http : //edukasi.kompasiana.com/2012/08/18/idul-fitri-bukan-sekedar-baju-baru-486548.html

Biografi Presiden Soekarno

Posted by Unknown Sabtu, 12 Juli 2014 1 komentar
Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Semasa hidupnya, beliau mempunyai tiga istri dan dikaruniai delapan anak. Dari istri Fatmawati mempunyai anak Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh. Dari istri Hartini mempunyai Taufan dan Bayu, sedangkan dari istri Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto mempunyai anak Kartika.

Biografi Presiden Soekarno dari Biografi Web

Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama Kusno Sosrodihardjo oleh orangtuanya. Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya. Nama tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaitu Karna. Nama “Karna” menjadi “Karno” karena dalam bahasa Jawa huruf “a” berubah menjadi “o” sedangkan awalan “su” memiliki arti “baik”.


Di kemudian hari ketika menjadi Presiden R.I., ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah. Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah. Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno.
Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang tuanya di Blitar. Semasa SD hingga tamat, beliau tinggal di Surabaya, indekos di rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjutkan sekolah di HBS (Hoogere Burger School). Saat belajar di HBS itu, Soekarno telah menggembleng jiwa nasionalismenya. Selepas lulus HBS tahun 1920, pindah ke Bandung dan melanjut ke THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). Ia berhasil meraih gelar “Ir” pada 25 Mei 1926.
Kemudian, beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Akibatnya, Belanda, memasukkannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul Indonesia Menggugat, beliau menunjukkan kemurtadan Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu.
Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah bebas pada tahun 1931, Soekarno bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu.
Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir.Soekarno mengemukakan gagasan tentang dasar negara yang disebutnya Pancasila. Tanggal 17 Agustus 1945, Ir Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dalam sidang PPKI, 18 Agustus 1945 Ir.Soekarno terpilih secara aklamasi sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama.

Sebelumnya, beliau juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau berupaya mempersatukan nusantara. Bahkan Soekarno berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok.
Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik hebat yang menyebabkan penolakan MPR atas pertanggungjawabannya. Sebaliknya MPR mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Kesehatannya terus memburuk, yang pada hari Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jatim di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Pemerintah menganugerahkannya sebagai “Pahlawan Proklamasi”.

PRESTASI SOEKARNO

01 juni 1945 Soekarno menyampaikan visi tentang falsafah dan dasar Negara yang kemudian dikenal sebagai hari lahir pancasila. Pada tanggal 18-25 april 1955 Soekarno membawa Indonesia berhasil menyelenggarakan Konferesi Asia Afrika di Bandung. 05 juli 1959 Soekarno mengeluarkan dekrit yang menyatakan berlakunya kembali UUD 1945. 30 september 1960 Soekarno mengingatkan pembebasan Irian Barat dan direalisasikan dengan Trikora. 14 Januari 1999 mendapat tanda penghargaan lencana tugas kencana, sebagian dari sederet gelar lainya, termasuk 27 gelar doktor kehormatan.







Sumber : http://bio.or.id/biografi-presiden-soekarno/

Biografi KH Hasyim Al Asy’ari Pendiri Nahdlatul Ulama (NU)

Posted by Unknown 0 komentar
KH Hasyim Al Asy’ari adalah seorang ulama pendiri Nahdlatul Ulama (NU), organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia. Ia juga pendiri pesantren Tebuireng, Jawa Timur dan dikenal sebagai tokoh pendidikan pembaharu pesantren. Selain mengajarkan agama dalam pesantren, ia juga mengajar para santri membaca buku-buku pengetahuan umum, berorganisasi, dan berpidato.
hasyim-asyari

Biografi KH Hasyim Al Asy’ari dari Biografi Web

Karya dan jasa Kiai Hasyim Asy’ari yang lahir di Pondok Nggedang, Jombang, Jawa Timur, 10 April 1875 tidak lepas dari nenek moyangnya yang secara turun-temurun memimpin pesantren. Ayahnya bernama Kiai Asyari, pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Ibunya bernama Halimah. Dari garis ibu, Kiai Hasyim Asy’ari merupakan keturunan Raja Brawijaya VI, yang juga dikenal dengan Lembu Peteng, ayah Jaka Tingkir yang menjadi Raja Pajang (keturunan kedelapan dari Jaka Tingkir).

Kelahiran Dan Masa Kecil

Tidak jauh dari jantung kota Jombang ada sebuah dukuh yang bernama Ngedang Desa Tambak Rejo yang dahulu terdapat Pondok Pesantren yang konon pondok tertua di Jombang, dan pengasuhnya Kiai Usman. Beliau adalah seorang kiai besar, alim dan sangat berpengaruh, istri beliau Nyai Lajjinah dan dikaruniai enam anak:
  1. Halimah (Winih)
  2. Muhammad
  3. Leler
  4. Fadli
  5. Arifah
Halimah kemudian dijodohkan dengan seorang santri ayahandanya yang bernama Asy’ari, ketika itu Halimah masih berumur 4 tahun sedangkan Asy’ari hampir beruisa 25 tahun. Mereka dikarunia 10 anak:
  1. Nafi’ah
  2. Ahmad Saleh
  3. Muhammad Hasyim
  4. Radiyah
  5. Hasan
  6. Anis
  7. Fatonah
  8. Maimunah
  9. Maksun
  10. Nahrowi, dan
  11. Adnan.
Muhammad Hasyim, lahir pada hari Selasa Tanggal 24 Dzulqo’dah 1287 H, bertepatan dengan tanggal 14 Pebruari 1871 M. Masa dalam kandungan dan kelahiran KH.M. Hasyim Asy’ari, nampak adanya sebuah isyarat yang menunjukkan kebesarannya. diantaranya, ketika dalam kandungan Nyai Halimah bermimpi melihat bulan purnama yang jatuh kedalam kandungannya, begitu pula ketika melahirkan Nyai Halimah tidak merasakan sakit seperti apa yang dirasakan wanita ketika melahirkan.
Di masa kecil beliau hidup bersama kakek dan neneknya di Desa Ngedang, ini berlangsung selama enam tahun. Setelah itu beliau mengikuti kedua orang tuanya yang pindah ke Desa Keras terletak di selatan kota Jombang dan di desa tersebut Kiai Asy’ari mendirikan pondok pesantren yang bernama Asy’ariyah.
Principle of early learning, mungkin teori ini layak disandang oleh beliau, berdasarkan kehidupan beliau yang mendukung yaitu hidup dilingkungan pesantren, sehingga wajar kalau nilai-nilai pesantren sangat meresap pada dirinya, begitu pula nilai-nilai pesantren dapat dilihat bagaimana ayahanda dan bundanya memberikan bimbingan kepada santri, dan bagaimana para santri hidup dengan sederhana penuh dengan keakraban dan saling membantu..

Belajar Pada Keluarga

Perjalanan keluarga beliau pulalah yang memulai pertama kali belajar ilmu-ilmu agama baik dari kakek dan neneknya. Desa Keras membawa perubahan hidup yang pertama kali baginya, disini mula-mula ia menerima pelajaran agama yang luas dari ayahnya yang pada saat itu pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Asy’ariyah. Dengan modal kecerdasan yang dimiliki dan dorongan lingkungan yang kondusif, dalam usia yang cukup muda, beliau sudah dapat memahami ilmu-ilmu agama, baik bimbingan keluarga, guru, atau belajar secara autodidak. Ketidakpuasannya terhadap apa yang sudah dipelajari, dan kehausan akan mutiara ilmu, membuatnya tidak cukup hanya belajar pada lingkungan keluarganya. Setelah sekitar sembilan tahun di Desa Keras (umur 15 tahun) yakni belajar pada keluarganya, beliau mulai melakukan pengembaraanya menuntut ilmu.

Mengembara ke Berbagai Pesantren

Dalam usia 15 tahun, perjalanan awal menuntut ilmu, Muhammad Hasyim belajar ke pondok-pondok pesantren yang masyhur di tanah Jawa, khususnya Jawa Timur. Di antaranya adalah Pondok Pesantren Wonorejo di Jombang, Wonokoyo di Probolinggo, Tringgilis di Surabaya, dan Langitan di Tuban (sekarang diasuh oleh K.H Abdullah Faqih), kemudian Bangkalan, Madura, di bawah bimbingan Kiai Muhammad Khalil bin Abdul Latif (Syaikhuna Khalil).
Ada cerita yang cukup mengagumkan tatkala KH.M. Hasyim Asy’ari “ngangsu kawruh” dengan Kiai Khalil. Suatu hari, beliau melihat Kiai Khalil bersedih, beliau memberanikan diri untuk bertanya. Kiai Khalil menjawab, bahwa cincin istrinya jatuh di WC, Kiai Hasyim lantas usul agar Kiai Khalil membeli cincin lagi. Namun, Kiai Khalil mengatakan bahwa cincin itu adalah cincin istrinya. Setelah melihat kesedihan di wajah guru besarnya itu, Kiai Hasyim menawarkan diri untuk mencari cincin tersebut didalam WC. Akhirnya, Kiai Hasyim benar-benar mencari cincin itu didalam WC, dengan penuh kesungguhan, kesabaran, dan keikhlasan, akhirnya Kiai Hasyim menemukan cincin tersebut. Alangkah bahagianya Kiai Khalil atas keberhasilan Kiai Hasyim itu. Dari kejadian inilah Kiai Hasyim menjadi sangat dekat dengan Kiai Khalil, baik semasa menjadi santrinya maupun setelah kembali ke masyarakat untuk berjuang. Hal ini terbukti dengan pemberian tongkat saat Kiai Hasyim hendak mendirikan Jam’iyah Nahdlatul Ulama’ yang dibawa KH. As’ad Syamsul Arifin (pengasuh Pondok Pesantren Syafi’iyah Situbondo).
Setelah sekitar lima tahun menuntut ilmu di tanah Madura (tepatnya pada tahun 1307 H/1891 M), akhirnya beliau kembali ke tanah Jawa, belajar di pesantren Siwalan, Sono Sidoarjo, dibawah bimbingan K. H. Ya’qub yang terkenal ilmu nahwu dan shorofnya. Selang beberapa lama, Kiai Ya’qub semakin mengenal dekat santri tersebut dan semakin menaruh minat untuk dijadikan menantunya.
Pada tahun 1303 H/1892 M., Kiai Hasyim yang saat itu baru berusia 21 tahun menikah dengan Nyai Nafisah, putri Kiai Ya’qub. Tidak lama setelah pernikahan tersebut, beliau kemudian pergi ke tanah suci Mekah untuk menunaikan ibadah haji bersama istri dan mertuanya. Disamping menunaikan ibadah haji, di Mekah beliau juga memperdalam ilmu pengetahuan yang telah dimilkinya, dan menyerap ilmu-ilmu baru yang diperlukan. Hampir seluruh disiplin ilmu agama dipelajarinya, terutama ilmu-ilmu yang berkaitan dengan hadits Rasulullah SAW yang menjadi kegemarannya sejak di tanah air.
Perjalanan hidup terkadang sulit diduga, gembira dan sedih datang silih berganti.demikian juga yang dialami Kiai Hasyim Asy’ari di tanah suci Mekah. Setelah tujuh bulan bermukim di Mekah, beliau dikaruniai putra yang diberi nama Abdullah. Di tengah kegembiraan memperoleh buah hati itu, sang istri mengalami sakit parah dan kemudian meninggal dunia. empat puluh hari kemudian, putra beliau, Abdullah, juga menyusul sang ibu berpulang ke Rahmatullah. Kesedihan beliau yang saat itu sudah mulai dikenal sebagai seorang ulama, nyaris tak tertahankan. Satu-satunya penghibur hati beliau adalah melaksanakan thawaf dan ibadah-ibadah lainnya yang nyaris tak pernah berhenti dilakukannya. Disamping itu, beliau juga memiliki teman setia berupa kitab-kitab yang senantiasa dikaji setiap saat. Sampai akhirnya, beliau meninggalkan tanah suci, kembali ke tanah air bersama mertuanya.

Kematangan Ilmu di Tanah Suci

Kerinduan akan tanah suci rupanya memanggil beliau untuk kembali lagi pergi ke kota Mekah. Pada tahun 1309 H/1893 M, beliau berangkat kembali ke tanah suci bersama adik kandungnya yang bernama Anis. Kenangan indah dan sedih teringat kembali tatkala kaki beliau kembali menginjak tanah suci Mekah. Namun hal itu justru membangkitkan semangat baru untuk lebih menekuni ibadah dan mendalami ilmu pengetahuan. Tempat-tempat bersejarah dan mustajabah pun tak luput dikunjunginya, dengan berdoa untuk meraih cita-cita, seperti Padang Arafah, Gua Hira’, Maqam Ibrahim, dan tempat-tempat lainnya. Bahkan makam Rasulullah SAW di Madinah pun selalu menjadi tempat ziarah beliau. Ulama-ulama besar yang tersohor pada saat itu didatanginya untuk belajar sekaligus mengambil berkah, di antaranya adalah Syaikh Su’ab bin Abdurrahman, Syaikh Muhammad Mahfud Termas (dalam ilmu bahasa dan syariah), Sayyid Abbas Al-Maliki al-Hasani (dalam ilmu hadits), Syaikh Nawawi Al-Bantani dan Syaikh Khatib Al-Minang Kabawi (dalam segala bidang keilmuan).
Upaya yang melelahkan ini tidak sia-sia. Setelah sekian tahun berada di Mekah, beliau pulang ke tanah air dengan membawa ilmu agama yang nyaris lengkap, baik yang bersifat ma’qul maupun manqul, seabagi bekal untuk beramal dan mengajar di kampung halaman.

Mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng

Sepulang dari tanah suci sekitar Tahun1313 H/1899 M, beliau memulai mengajar santri, beliau pertama kali mengajar di Pesantren Ngedang yang diasuh oleh mediang kakeknya, sekaligus tempat dimana ia dilahirkan dan dibesarkan. Setelah itu belaiu mengajar di Desa Muning Mojoroto Kediri. Disinilah beliau sempat menikahi salah seoarang putri Kiai Sholeh Banjar Melati. Akungnya, karena berbagai hal, pernikahan tersebut tidak berjalan lama sehingga Kiai Hasyim kembali lagi ke Jombang.
Ketika telah berada di Jombang beliau berencana membangun sebuah pesantren yang dipilihlah sebuah tempat di Dusun Tebuireng yang pada saat itu merupakan sarang kemaksiatan dan kekacauan. Pilihan itu tentu saja menuai tanda tanaya besar dikalangan masyarakat, akan tetapi semua itu tidak dihiraukannaya.
Nama Tebuireng pada asalnya Kebo ireng (kerbau hitam). Ceritanya, Di dearah tersebut ada seekor kerbau yang terbenam didalam Lumpur, dimana tempat itu banyak sekali lintahnya, ketika ditarik didarat, tubuh kerbau itu sudah berubah warna yang asalnya putih kemerah-merahan berubah menjadi kehitam-hitaman yang dipenuhi dengan lintah. Konon semenjak itulah daerah tadi dinamakan Keboireng yang akhirnya berubah menjadi Tebuireng.
Pada tanggal 26 Robiul Awal 1317 H/1899 M, didirikanlah Pondok Pesantren Tebuireng, bersama rekan-rekan seperjuangnya, seperti Kiai Abas Buntet, Kiai Sholeh Benda Kereb, Kiai Syamsuri Wanan Tara, dan beberapa Kiai lainnya, segala kesuliatan dan ancaman pihak-pihak yang benci terhadap penyiaran pendidikan Islam di Tebuireng dapat diatasi.
KH. M. Hasyim Asya’ri memulai sebuah tradisi yang kemudian menjadi salah satu keistimewaan beliau yaitu menghatamkan kitab shakhihaini “Al-Bukhori dan Muslim” dilaksanakan pada setiap bulan suci ramadlan yang konon diikuti oleh ratusan kiai yang datang berbondong-bondong dari seluruh jawa. Tradisi ini berjalan hingga sampai sekarang (penggasuh PP. Tebuireng KH. M.Yusuf Hasyim). Para awalnya santri Pondok Tebuireng yang pertama berjumlah 28 orang, kemudian bertambah hingga ratusan orang, bahkan diakhir hayatnya telah mencapai ribuan orang, alumnus-alumnus Pondok Tebuireng yang sukses menjadi ulama’ besar dan menjadi pejabat-pejabat tinggi negara, dan Tebuireng menjadi kiblat pondok pesantren.

Mendirikan Nahdlatul Ulama’

Disamping aktif mengajar beliau juga aktif dalam berbagai kegiatan, baik yang bersifat lokal atau nasional. Pada tanggal 16 Sa’ban 1344 H/31 Januari 1926 M, di Jombang Jawa Timur didirikanlah Jam’iyah Nahdlotul Ulama’ (kebangkitan ulama) bersama KH. Bisri Syamsuri, KH. Wahab Hasbullah, dan ulama’-ulama’ besar lainnya, dengan azaz dan tujuannya: “Memegang dengan teguh pada salah satu dari madzhab empat yaitu Imam Muhammad bin Idris Asyafi’i, Imam Malik bin Anas, Imam Abu Hanifah An-Nu’am dan Ahmad bin Hambali. Dan juga mengerjakan apa saja yang menjadikan kemaslahatan agama Islam”. KH. Hasyim Asy’ari terpilih menjadi rois akbar NU, sebuah gelar sehingga kini tidak seorang pun menyandangnya. Beliau juga menyusun qanun asasi (peraturan dasar) NU yang mengembangkan faham ahli sunnah waljama’ah.
Nahdlatul ulama’ sebagai suatu ikatan ulama’ seluruh Indonesia dan mengajarkan berjihad untuk keyakinan dengan sistem berorganisasi. Memang tidak mudah untuk menyatukan ulama’ yang berbeda-beda dalam sudut pandangnya, tetapi bukan Kiai Hasyim kalau menyerah begitu saja, bahwa beliau melihat perjuangan yang dilakukan sendiri-sendiri akan lebih besar membuka kesempatan musuh untuk menghancurkannya, baik penjajah atau mereka yang ingin memadamkan sinar dan syi’ar Islam di Indonesia, untuk mengadudomba antar sesama. Beliau sebagai orang yang tajam dan jauh pola pikirnya dalam hal ini, melihat bahaya yang akan dihadapkannya oleh umat Islam, dan oleh karena itu beliau berfikir mencari jalan keluarnya yaitu dengan membentuk sebuah organisasi dengan dasar-dasar yang dapat diterima oleh ulama’ulama lain.
Jam’iyah ini berpegang pada faham ahlu sunnah wal jama’ah, yang mengakomodir pada batas-batas tertentu pola bermadzhab, yang belakangan lebih condong pada manhaj dari pada sekedar qauli. Pada dasawarsa pertama NU berorentasi pada persoalan agama dan kemasyarakatan. Kegiatan diarahkankan pada persoalan pendidikan, pengajian dan tabligh. Namun ketika memasuki dasawarsa kedua orentasi diperluas pada persoalan-persolan nasional. Hal tersebut terkait dengan keberadaannya sebagai anggota federasi Partai dan Perhimpunan Muslim Indonesia (MIAI) NU bahkan pada perjalanan sejarahnya pernah tampil sebagai salah satu partai polotik peserta pemilu, yang kemudian menyatu dengan PPP, peran NU dalam politik praktis ini kemudian diangulir dengan keputusan Muktamar Situbono yanh menghendaki NU sebagai organisasi sosial keagamaan kembali pada khitohnya.

Pejuang Kemerdekaan

Peran KH. M. Hasyim Asy’ari tidak hanya terbatas pada bidang keilmuan dan keagamaan, melainkan juga dalam bidang sosial dan kebangsaan, beliau terlibat secara aktif dalam perjuangan membebaskan bangsa dari penjajah belanda.
Pada tahun 1937 beliau didatangi pimpinan pemerintah belanda dengan memberikan bintang mas dan perak tanda kehormatan tetapi beliau menolaknya. Kemudian pada malam harinya beliau memberikan nasehat kepada santri-santrinya tentang kejadian tersebut dan menganalogkan dengan kejadian yang dialami Nabi Muhammad SAW yang ketika itu kaum Jahiliyah menawarinya dengan tiga hal, yaitu:
  • Kursi kedudukan yang tinggi dalam pemerintahan
  • Harta benda yang berlimpah-limpah
  • Gadis-gadis tercantik
Akan tetapi Nabi SAW menolaknya bahkan berkata: “Demi Allah, jika mereka kuasa meletakkan matahari ditangan kananku dan bulan ditangan kiriku dengan tujuan agar aku berhenti dalam berjuang, aku tidak akan mau menerimanya bahkan nyawa taruhannya”. Akhir KH.M. Hasyim Asy’ari mengakhiri nasehat kepada santri-santrinya untuk selalu mengikuti dan menjadikan tauladan dari perbuat Nabi SAW.
Masa-masa revolusi fisik di Tahun 1940, barang kali memang merupakan kurun waktu terberat bagi beliau. Pada masa penjajahan Jepang, beliau sempat ditahan oleh pemerintah fasisme Jepang. Dalam tahanan itu beliau mengalami penyiksaan fisik sehingga salah satu jari tangan beliau menjadi cacat. Tetapi justru pada kurun waktu itulah beliau menorehkan lembaran dalam tinta emas pada lembaran perjuangan bangsa dan Negara republik Indonesia, yaitu dengan diserukan resolusi jihad yang beliau memfatwakan pada tanggal 22 Oktober 1945, di Surabaya yang lebih dikenal dengan hari pahlawan nasional.
Begitu pula masa penjajah Jepang, pada tahun 1942 Kiai Hasyim dipenjara (Jombang) dan dipindahkan penjara Mojokerto kemudian ditawan di Surabaya. Beliau dianggap sebagai penghalang pergerakan Jepang.
Setelah Indonesia merdeka Pada tahun 1945 KH. M. Hasyim Asy’ari terpilih sebagai ketua umum dewan partai Majlis Syuro Muslimin Indonesia (MASYUMI) jabatan itu dipangkunya namun tetap mengajar di pesantren hingga beliau meninggal dunia pada tahun 1947.

Keluarga Dan Sisilah

Hampir bersamaan dengan berdirinya Pondok Pesantren Tebuireng (1317 H/1899 M), KH. M. Hasyim Asya’ri menikah lagi dengan Nyai Nafiqoh putri Kiai Ilyas pengasuh Pondok Pesantren Sewulan Madiun. Dari perkawinan ini kiai hasyim dikaruniai 10 putra dan putri yaitu:
  1. Hannah
  2. Khoiriyah
  3. Aisyah
  4. Azzah
  5. Abdul Wahid
  6. Abdul hakim (Abdul Kholiq)
  7. Abdul Karim
  8. Ubaidillah
  9. Mashurroh
  10. Muhammad Yusuf.
Menjelang akhir Tahun 1930, KH. M. Hasyim Asya’ri menikah kembali denagn Nyai Masruroh, putri Kiai Hasan, pengasuh Pondok Pesantren Kapurejo, Kecamatan Pagu Kediri, dari pernikahan tersebut, beliua dikarunia 4 orang putra-putri yaitu:
  1. Abdul Qodir
  2. Fatimah
  3. Chotijah
  4. Muhammad Ya’kub
Garis keturunan KH. M. Hasyim Asy’ari (Nenek ke-sembilan )
Muhammad Hasyim bin Asy’ari bin Abdul Wahid (Pangeran Sambo) bin Abdul Halim (Pangeran Benowo) bin Abdul Rahman (Mas Karebet/Jaga Tingkir) yang kemudian bergelar Sultan Hadiwijaya bin Abdullah (Lembu Peteng) yang bergelar Brawijaya VI

Wafatnya Sang Tokoh

Pada Tanggal 7 Ramadhan 1366 M. jam 9 malam, beliau setelah mengimami Shalat Tarawih, sebagaimana biasanya duduk di kursi untuk memberikan pengajian kepada ibu-ibu muslimat. Tak lama kemudian, tiba-tiba datanglah seorang tamu utusan Jenderal Sudirman dan Bung Tomo. Sang Kiai menemui utusan tersebut dengan didampingi Kiai Ghufron, kemudian tamu itu menyampaikan pesan berupa surat. Entah apa isi surat itu, yang jelas Kiai Hasyim meminta waktu semalam untuk berfikir dan jawabannya akan diberikan keesokan harinya.
Namun kemudian, Kiai Ghufron melaporkan situasi pertempuran dan kondisi pejuang yang semakin tersudut, serta korban rakyat sipil yang kian meningkat. Mendengar laporan itu, Kiai Hasyim berkata, “Masya Allah, Masya Allah…” kemudian beliau memegang kepalanya dan ditafsirkan oleh Kiai Ghufron bahwa beliau sedang mengantuk. Sehingga para tamu pamit keluar. Akan tetapi, beliau tidak menjawab, sehingga Kiai Ghufron mendekat dan kemudian meminta kedua tamu tersebut untuk meninggalkan tempat, sedangkan dia sendiri tetap berada di samping Kiai Hasyim Asy’ari. Tak lama kemudian, Kiai Ghufron baru menyadari bahwa Kiai Hasiyim tidak sadarkan diri. Sehingga dengan tergopoh-gopoh, ia memanggil keluarga dan membujurkan tubuh Kiai Hasyim. Pada saat itu, putra-putri beliau tidak berada di tempat, misalnya Kiai Yusuf Hasyim yang pada saat itu sedang berada di markas tentara pejuang, walaupun kemudian dapat hadir dan dokter didatangkan (Dokter Angka Nitisastro).
Tak lama kemudian baru diketahui bahwa Kiai Hasyim terkena pendarahan otak. Walaupun dokter telah berusaha mengurangi penyakitnya, namun Tuhan berkehendak lain pada kekasihnya itu. KH.M. Hasyim Asy’ari wafat pada pukul 03.00 pagi, Tanggal 25 Juli 1947, bertepatan dengan Tanggal 07 Ramadhan 1366 H. Inna LiLlahi wa Inna Ilaihi Raji’un.
Kepergian belaiu ketempat peristirahatan terakhir, diantarkan bela sungkawa yang amat dalam dari hampir seluruh lapisan masyarakat, terutama dari para pejabat sipil maupun militer, kawan seperjuangan, para ulama, warga NU, dan khususnya para santri Tebuireng. Umat Islam telah kehilangan pemimpin besarnya yang kini berbaring di pusara beliau di tenggah Pesantrn Tebuireng. Pada saat mengantar kepergianya, shahabat dan saudara beliau, KH. Wahab hazbulloh, sempat mengemukakan kata sambutan yang pada intinya menjelaskan prinsip hidup belaiu, yakni, “berjuang terus dengan tiada mengenal surut, dan kalau perlu zonder istirahat”.

Karya Kitab Klasik

Peninggalan lain yang sangat berharga adalah sejumlah kitab yang beliau tulis disela-sela kehidupan beliau didalam mendidik santri, mengayomi ribuan umat, membela dan memperjuangkan bumi pertiwi dari penjajahan. Ini merupakan bukti riil dari sikap dan perilakunya, pemikirannya dapat dilacak dalam beberapa karyanya yang rata-rata berbahasa Arab.
Tetapi sangat disayangkan, karena kurang lengkapnya dokumentasi, kitab-kitab yang sangat berharga itu lenyap tak tentu rimbanya. Sebenarnya, kitab yang beliau tulis tidak kurang dari dua puluhan judul. Namun diakungkan yang bisa diselamatkan hanya beberapa judul saja, diantaranya:
  1. Al-Nurul Mubin Fi Mahabati Sayyidi Mursalin. Kajian kewajiban beriman, mentaati, mentauladani, berlaku ikhlas, mencinatai Nabi SAW sekaligus sejarah hidupnya
  2. Al-Tanbihat al-Wajibat Liman Yashna’u al-Maulida Bi al-Munkarat. Kajian mengenai maulid nabi dalam kaitannya dengan amar ma’ruf nahi mungkar
  3. Risalah Ahli Sunnah Wal Jama’ah. Kajian mengenai pandangan terhadap bid’ah, Konsisi salah satu madzhab, dan pecahnya umat menjadi 73 golongan
  4. Al-Durasul Muntasyiroh Fi Masail Tis’a ‘asyaraoh. Kajian tentang wali dan thoriqoh yang terangkum dalam sembilan belas permasalahan.
  5. Al-Tibyan Fi Nahyi’an Muqatha’ah al-Arham Wa al-Aqrab Wa al-Akhwal. Kajian tentang pentingnya jalinan silaturahmi antar sesama manusia
  6. Adabul ‘Alim Wa Muata’alim. Pandangan tentang etika belajar dan mengajar didalam pendidikan pesantrren pada khususnya
  7. Dlau’ al-Misbah Fi Bayani Ahkami Nikah. Kajian hukum-hukum nikah, syarat, rukun, dan hak-hak dalam perkawinan
  8. Ziyadah Ta’liqot. Kitab yang berisikan polemic beliau dengan syaikh Abdullah bin yasir Pasuruaan
Sumber : http://bio.or.id/biografi-kh-hasyim-al-asyari-pendiri-nahdlatul-ulama-nu/ 

Serba - Serbi